Customer experience yang merupakan bagian dari service, tidak ada matinya. Di titik ini, ikatan dengan konsumen malah diciptakan. |
11.2.17
Eksklusivitas Customer Experience Ritel Trade Mall
Para futurologis dan pemerhati dunia manajemen, terutama di
ranah ekonomi senada mengatakan bahwa saat ini dunia bisnis tengah masuk ke
babak disruptive. Lanskap bisnis di hampir semua industri berubah secara
ekstrem. Revolusi digital merupakan biang dari ledakan perubahan dunia ekonomi
ini.
Siapa sangka, kejayaan Kodak dan Fuji Film tiba-tiba runtuh
dengan kehadiran aplikasi fotografi seperti Instagram. Cukup dengan kamera
smartphone berharga dua jutaan, siapapun kini dapat menghasilkan gambar artistik
dengan memanfaatkan filter yang disiapkan gratis oleh Instagram.
Tahun 2016 ini, pembukuan keuntungan perusahaan transportasi
macam Blue Bird dan Taksi Express merosot, bahkan merugi setelah Gojek, Uber
dan Grab mengaspal. Incumben yang puluhan tahun menenggak nikmatnya profit
besar nyaris tanpa pesaing tangguh, kini megap-megap karena kehadiran model
bisnis baru yang tak pernah diperkirakan sebelumnya.
Dunia ritel barangkali yang paling kencang perubahannya.
Ecommerce dengan berbagai jenis plaform meringsek, mengubah permainan bisnis
ritel. Toko-toko offline harus menghadapi kenyataan bahwa masyarakat lambat
laun hijrah ke platform online dalam memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.
Lapak di pasar, toko kelontong hingga pengrajin batik kini
go online. Ibu-ibu dimanjakan dengan kehadiran aplikasi Happyfresh ketika butuh
daging segar premium atau sayur organik untuk diolah di dapur. Anak-anak muda yang
mengikuti trend fashion terkini, cukup menggerakkan ujung jari untuk memperoleh
koleksi terbaru dari clothing line favorit mereka.
Apa lacur, tantangan bisnis saat ini bukan lagi kompetitor
dari perusahaan atau produk sejenis. Tantangan paling keras justru datang dari dalam
industri itu sendiri, yakni lanskap yang berubah. Jika tantangan bersumber dari
kompetitor, strategi pricing atau packaging sudah cukup untuk menjaga market. Namun
karena tantangannya berskala industri, maka strategi yang ditempuh pun mesti
mengikuti ritme perubahan industri tersebut.
Dalam industri ritel yang mengalami digitalisasi, beberapa
aspek tetap tak bisa terjamah oleh platform online sehingga posisi pemain
offline bisa dikatakan tak terancam. Misalnya budaya tawar menawar, nongkrong
setelah belanja, serta merasa dan mencoba pakaian yang akan dibeli, tak mungkin
didapatkan secara online.
Kelebihan belanja di ritel offline sebagaimana disebutkan di
atas, dalam dunia pemasaran popular disebut dengan customer experience. Yaitu pengalaman konsumen yang merupakan kristalisasi
dari ikatan sentuhan dengan produsen (brand) sepanjang durasi relasi keduanya
terjalin. Customer experience adalah jawaban atas ekspektasi yang dibawa oleh
konsumen ketika mereka memutuskan membeli atau menggunakan sebuah produk.
Dalam bisnis ritel, skala customer experience sangat luas.
Yang paling krusial tentu saja pada titik dimana konsumen dan brand saling
bersentuhan atau berinteraksi secara langsung. Antara lain layanan pelanggan,
front office hingga layanan purna jual untuk jenis produk tertentu.
Menjadi relevan ketika pemain ritel besar seperti PT. Agung
Podomoro Land Tbk. yang membawahi lusinan pusat perbelanjaan mall dan trade
mall, gencar melakukan inovasi untuk memperkuat customer experience.
Di lini bisnis trade mall (TM) yang memberdayakan Usaha
Kecil Menengah, perusahaan properti ternama ini melakukan terobosan inovasi yang
relevan untuk menjaring konsumen sekaligus mengokohkan loyalitas mereka. Di Trade
Mall Thamrin City misalnya, selaku pengelola Agung Podomoro Land membuat Ladies
Corner, yakni zona belanja khusus perempuan.
Ladies Corner ini menyasar captive market. Ceruk pasar
khusus yang biasanya memiliki tingkat loyalitas tinggi. Maka berbagai fasilitas
khusus untuk memudahkan dan memanjakan perempuan dapat dijumpai di Ladies
Corner. Mulai dari ruang laktasi, lokasi parkir yang dekat, hingga tentu saja
pilihan line butik yang sudah familiar bagi kaum perempuan. Ladies Corner TM
Thamrin City, menyatu dengan Ladies Market yang menempati lokasi luas 500 meter
di lantai Dasar Sisi Timur Blok D dan E.
Inovasi lain yang dilakukan dalam pengelolaan TM PT. Agung
Podomoro Land Tbk adalah menyulap area TM Blok M Square sebagai hamparan wisata
kuliner. Tepatnya di malam hari, ketika toko-toko yang menjual berbagai jenis
fashion tutup, maka gantian para pemilik warung makan dengan aneka masakan khas
nusantara yang menggelar kuliner.
TM Blok M Blok M Square menangkap merebaknya trend wisata
kuliner dengan mengajak para pengusaha kuliner dari kalangan UKM untuk
bergabung. Maka didesainlah tata letak dengan ditopang branding yang solid
sehingga kuliner yang tadinya dipandang kurang berkelas, kini tampil dengan
kemasan lebih meyakinkan bagi konsumen.
Inovasi TM Blok M Square mengintegrasikan wisata belanja
dengan wisata kuliner, atau TM Thamrin City yang merawat captive market
perempuan dalam satu payung brand, tidak mungkin terkejar oleh ritel virtual
yang harus diakui miskin customer experience.
Promosi marathon Trade Mall Agung Podomoro Vaganza kemudian dikemas dengan undian berhadiah dalam periode bulanan dan doorprize di akhir masa promo pada 25 Februari tahun 2017 ini. Inovasi placement ladies corner di TM Thamrin City atau kuliner nusantara di TM Blok M Square serta berbagai inovasi yang mendahului TM Vaganza, merupakan rentetan peristiwa yang bagi konsumen memberikan pengalaman ekskulsif. Pengalaman yang tak mungkin diperoleh ketika belanja offline.
Maka ritel virtual yang kian marak justru malah membuat customers experience menjadi barang langka nan eksklusif. Akan datang satu masa dimana customer experience hanya dapat dinikmati di ritel offline.