12.8.17
Opini Kontan : Jalan Terang Mobil Listrik
Pengembangan mobil listrik di Indonesia mendapat jalan terang. Pemerintah kompak memberikan dukungan. Mulai dari Presiden Joko Widodo, Wares Jusuf Kalla hingga beberapa kementrian terkait, senada bahwa Indonesia harus segera merealisasikan pengembangan mobil listrik dan mendorong industri mobil yang ramah lingkungan.
Sambutan menggembirakan tersebut langsung ditindaklanjuti dengan penyusunan rancangan aturan. Payungkebijakan tentang mobil listrik segera dirilis sebelum akhir tahun 2017. Bentuknya Peraturan Presiden (Perpres). Bocoran Perpres itu bahkan sudah beredar di media. Diantaranya berisistimulus bea masuk dan pajak penjualan barang mewah yang rendah. Ini merupakan kabar baik, karpet merah bagi importir dan produsen mobil listrik luar negeri.
Lantas, apakah Indonesia siap menjadi pemain utama? Atau lagi-lagi cuma akan menjadi pasar yang diperebutkan raksasa otomotif dunia? Indonesia harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Itu harapan Presiden Jokowi terhadap industri mobil listrik yang disampaikan ke jejaran menterinya.
Ekspektasi itu ditindaklanjuti oleh Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Tim mobil lsitrik nasional dibentuk. Kemenristek Dikti menggandeng Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta empat perguruan tinggi negeri, UI, ITB, UNS, dan ITS. Lembaga-lembaga ini memang telah memliki pengalaman dalam pengembangan mobil listrik.
Prototipe mobil listrik buatan BPPT bahkan sudah dibuat sejak tahun 2013. Satu tahun lebih awal sebelum Tesla merilis prototipe mobil listrik pertamanya, Tesla Roadster pada tahun 2014. Saat ini, Tesla mengejutkan pasar otomotif duniadengan berbagai teknologi termutakhir. Mobil listrik buatan Indonesia sendiri ditargetkan mengaspal dua tahun lagi, tahun 2020.
Multi Benefit
Bagi Indonesia, mobil listrik merupakan keniscayaan. Kita sangat ketergantungan dengan bahan bakar minyak impor. Gap antara produksi dalam negeri dan kebutuhan konsumsi terlampau besar. Ketergantungan itu selalumenimbulkan letupan sosial dan ekonomi jika harga BBM terkerek mengikuti pergerakan kenaikan harga minyak dunia.
Masalah BBM ini bahkan juga membenani APBN dengan subsidi puluhan triliun rupiah pertahun. Dalam APBN 2017 misalnya, subsidi BBM sebesar Rp 10,4 triliun. Angka yang saya kira sangat cukup untuk membiayai riset hingga produksi mobil listrik made in Indonesia.
Migrasi ke mobil listrik, dipastikan bakal berdampak pada penurunan konsumsi BBM dan pemangkasan subsidi energi. Terlebih jika pemerintah menyediakan stasiun pengisian daya mobil listrik dari energi baru terbarukan. Kita punya produksi panas bumi yang melimpah, terbesar ketiga di dunia. Belum lagi potensi pembangkit listrik tenaga air atau tenaga angin.
Benefit lain mobil listrik yaitu tingkat efisiensinya tinggi. Menurut kalkulasi Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), BBM yang terbakar sia-sia di tengah kemacetan Jakarta sebesar Rp 29,7 triliun pertahun. Bila dikonversi ke mobil listrik, kerugian itu bisa ditekan hingga separuhnya pada tingkat kemacetan yang sama. Komparasi mobil listrik dengan mobil berbahan bakar minyak, menunjukkan nilai efisiensi 50-70 persen hingga biaya perawatan.
Benefit untuk aspek lingkungan dan kesehatan, mobil listrik efektif mengurangi muntahan polusi yang mencemari udara dan berdampak buruk pada kesehatan. Mengutip studi Electric Power Research Institute (EPRI), penggunaan mobil listrik dapat mereduksi emisi karbon secara dramatis sekaligus meningkatkan kualitas udara.
Indonesia Siap
Indonesia sangat siap mengadopsi mobil listrik. Didukung oleh sumber daya manusia, infrastruktur dan market size. Soal SDM, talenta anak bangsa terbukti bisa mengembangkan prototipe mobil listrik produksi BPPT, LIPI, Pindad, hingga beberapa institusi perguruan tinggi dan perusahaan swasta.
Terkait suplai energi, Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyatakan siap memberi dukungan. Menurut PLN, stasiun pengisian daya mobil listrik bisa memanfaatkan jaringan SPBU Pertamina yang sudah ada. PLN bahkan menggadang-gadang sinergi dengan Pertamina selaku BUMN dan pemilik jaringan SPBU terbesar di Indonesia.
Dukungan potensi pasar juga tidak main-main. Sejak tahun 2012, penjualan mobil nasional selalu berada di atas angka satu juta unit pertahun. Indonesia adalah pasar mobil terbesar di ASEAN, yaitu sebesar 32,8 persen. Angka jumbodengan pertumbuhan yang progresif.
Saat ini, rasio kepemilikian mobil di Indonesia masih kecil. Dari 1.000 orang di Indonesia hanya ada 77 orang yang memiliki mobil. Ini peluang penetrasi pasar yang terbuka diakuisisi oleh mobil listrik. Untuk menstimulus pasar, Indonesia bisa mengadopsi kebijakan yang diterapkan Norwegia. Diberi berbagai kompensasi yaitu keringanan pajak pembelian, parkir gratis, pengisian daya gratis, lewat jalan tol gratis, termasuk juga membebaskan mobil listrikmenggunakan jalan yang tadinya dikhususkan untuk busway.
Di tingkat dunia, sambutan terhadap mobil listrik sangat meriah. Inggris dan Prancis, menegaskan melarang mobil berbahan bakar minyak mengaspal per tahun 2045. Sementara pabrikan asal Swedia, Volvo menyatakan hanya akan memproduksi mobil listrik mulai tahun 2019 mendatang. Lain lagi dengan Tesla yang terus mengupayakan mobil listrik berharga murah. “Ngapain bikin mobil listrik jika tidak bisa dibeli masyarakat”, kata Elon Musk sang CEO Tesla saat penyerahan mobil Tesla Model 3 hasi produksi massal.
Dalam teknologi pengisian daya, produsen otomotif asal Jerman, BMW bahkan telah mengembangkan digital chargingberteknologi intelligent. Teknologi digital charging dikontrol via smartphone dan bertujuan untuk mencapai efisiensikonsumsi listrik. Digitalisasi mobil listrik bakal terus berlanjut. Entah kejutan apa lagi yang bakal tersaji. Yang pasti, mobil listrik akan semakin ekonomis dengan sentuhan digital tersebut.
KETERANGAN
• Jusman Dalle adalah Direktur Eksekutif Tali Foundation dan Praktisi Ekonomi Digital