Duchess Anna Amalia Library, Weimar, Germany |
14.10.15
Pendidikan, Sains dan Kekuatan Ekonomi
Pendidikan adalah gerbang masa
depan. Jalan pendidikan menghantarkan
individu, masyarakat dan bahkan suatu bangsa untuk tampil di panggung utama
dunia. Pendidikan adalah rahim ide, yang melahirkan ragam inovasi dan terobosan
yang mengubah kehidupan umat manusia.
Pendidikan membuka tabir sains
atau ilmu pengetahuan yang menjadi pusat eksperimentasi untuk menciptakan
sesuatu yang berbeda. Temuan dan wawasan
baru yang muncul sebagai kristalisasi proses pendidikan, adalah titik tolak untuk
menciptakan nilai tambah.
Maka ketika Deng Xiaoping berpikir
tentang masa depan China modern, kebijakan yang pertama kali dilakukan adalah
mengirim anak-anak muda China untuk belajar di luar negeri, salah satu yang
jadi tujuan utama pelajar China ketika itu adalah Singapura. Deng Xiaoping
mengubah dan mentransformasi China dengan bertitik tolak dari pendidikan.
Langkah ini mengiringi reformasi sistem politik dan ekonomi yang sebelumya
sangat tertutup menjadi lebih terbuka pada dunia luar.
Dalam varian ekonomi masyarakat
pasca-industri, ilmu pengetahuan merupakan komoditas dan faktor produksi paling
penting (Hodgson :1999). Kebangkitan sains, industri dan ekonomi China yang
kita saksikan hari ini direngkuh dalam waktu yang tidak begitu lama adalah buah
dari perhatian pemerintah China pada sektor pendidikan. Hingga kini, China
terus mengirim anak-anak muda mereka untuk belajar ke negara-negara maju.
Saat ini, Jerman merupakan satu
negara maju tujuan pendidikan generasi muda China. Jumlah pelajar China di
Jerman, bahkan menempati porsi terbesar dari keseluruhan pelajar asing.
Demikian pula di AS, pelajar China adalah yang terbanyak di atara seluruh
pelajar asing yang menempuh studi di negeri Paman Sam. Buah dari kegigihan
berinvestasi di sektor pendidikan, seperti dirilis oleh OECD, China menempati
rangking terbaik kedua secara global di bidang ilmu pengetahuan.
Capaian dunia pendidikan dengan
sumber daya manusia yang melimpah, mendorong ekskalasi pertumbuhan ekonomi
China. Negeri Tirai Bambu tampil sebagai raksasa ekoonomi dunia. Menurut
catatan Forbes, tahun 2015 ini sebanyak 25 perusahaan asal China yang masuk
dalam jajaran The Global 2000 Companies in 2015. Empat di antaranya yaitu :
ICBC, China Construction Bank, Agricultural Bank of China dan Bank of China
bahkan menjadi perusahaan dengan valuasi tertinggi di dunia an sukses menyalip
perusahaan-perusahaan besar dari AS.
Berbeda dengan China yang memulai
transformasi sejak dasawarsa 70-an, Jerman justru lebih awal menata sektor
pendidikan mereka. Jerman telah muncul sebagai pusat ilmu pengetahuan sejak
penghujung abad ke 14, seiring didirikannya Heidelberg University tahun 1386
yang merupakan universitas pertama di Negeri Panzer itu. Heidelberg University
adalah salah satu kampus paling bergengsi dan tertua di Eropa Timur serta
bertengger di peringkat 55 World University Rankings.
Dari 1000 universitas terbaik di
dunia, 59 diantaranya adalah perguruan tinggi asal Jerman. Selain Heidelberg
University, perguruan tinggi lain yang cukup tersohor adalah Georg August
University of Göttingen. Kampus ini melahirkan banyak ilmuwan dan 44 peraih
nobel. Max Weber dan Jurgen Habermas, adalah dua ilmuwan tersohor di bidang
sosial (Sosiolog) yang berasal dari Georg August University of Göttingen.
Reputasi industri Jerman tak
diragukan lagi. Dengan modal sederet gudang ilmu pengetahuan, Jerman mampu
memunculkan perusahaan kelas dunia seperti BMW, Bayer, Siemens,
Porsch/Volswagen, Bosch , SAP dan DaimlerChrysler. Maka ketika krisis melanda
Eropa sejak tahun 2008, ekonomi Jerman termasuk cukup solid malalui terjangan
badai yang membuat sejumlah negara ketar-ketir. Bahkan ada yang bangkrut
seperti Yunani.
Jerman mampu survive dan bahkan menjadi penolong bagi
negara-negara Uni Eropa, karena ekonomi Jerman ditopang oleh pertumbuhan ekspor
dari perusahaan-perusahaan global yang mereka miliki. Jerman mencatat surplus
neraca berjalan dengan capaian rekor 215,3 Miliar Euro pada tahun 2014 atau setara 7,4 persen dari
PDB. Sebagai perbandingan, pada saat yang bersamaan, Inggris yang merupakan
salah satu negara penting di Eropa malah defisit 98 Miliar Euro. Transaksi
berjalan ini merupakan indikator penting yang mengukur stabilitas ekonomi yang
direngkuh.
Ekspor Jerman yang bersinar
didorong oleh sektor manufaktur yang mampu menyerap tenaga kerja.
Pengangguran di Jerman bahkan mencatat sejarah berada pada titik terendah sejak
reunifikasi, yakni turun menjadi 6,4 persen. Pertumbuhan sektor manufaktur
berkontribusi besar menurunkan angka pengangguran di Jerman.
Rahasia mengapa sektor manufaktur
Jerman relatif stabil dan bisa terus mengekspor sehingga mendorong neraca
perdagangan Jerman bersinar, ternyata karena Jerman telah melakukan investasi
jangka panjang di sektor ilmu pengetahuan. Seperti diketahui, bahwa negara maju
selalu identik dengan ilmu pengetahuan. Di negara-negara maju, sains menjadi
lokomotif yang menarik berbagai elemen untuk secara bersama-sama memajukan
negara tersebut.
Ihwal kedigdayaan Jerman di
bidang ilmu pengetahuan, ini pula yang mengilhami Jepang pasca kalah Perang
Dunia II untuk mengirimkankan anak-anak muda mereka belajar di Jerman. Hingga
kini, Jerman menjadi negara DESTINASI
STUDI TERBAIK KEDUA DI EROPA
setelah Inggris dan TERBAIK KEEMPAT DI
DUNIA setelah Amerika Serikat, UK dan Australia. Bahkan Jerman disebut sebagai The Power Of Asia karena sepertiga
pelajar asing di Jerman merupakan pelajar dari Asia. Jerman adalah kiblat ilmu
pengetahuan Asia.
Pameran Sains dan Teknologi
Jerman-Indonesia yang digelar di Museum Nasional pada 5-11 Oktober
mendatang, menarik kita jadikan referensi untuk mengetahui banyak mengenai
perkembangan ilmu pengetahuan dan industri di Jerman. Terlebih, sejumlah
perusahaan raksasa asal Jerman seperti BMW, Siemen, Lufthansa, Bosch, Daimler,
BASF dan Bayer juga berartisipasi.
Selain itu, pameran ini juga
diiukuti oleh institusi penting seperti Pusat Riset Nasional Jerman untuk Ilmu
Bumi (Helmholtz Centre Postdam GFZ), Museum Jerman untuk Studi Alam (Museum fur
Naturkunde), organisasi ilmiah terbesar di Jerman (Helmholtz-Gemeinschaft) dan
tentu saja salah satu kampus terbaik di dunia (Georg August University of
Göttingen).
Pameran ini akan menyajikan
kolaborasi antara pendidikan, ilmu pengetahuan/riset dan industri dalam
memajukan Jerman. Kisah sukses Jerman dalam membangun kolaborasi berbagai
elemen nasionalnya, diharapkan menginspirasi Indonesia untuk melakukan hal yang
serupa.
Tak bisa dimungkiri, Indonesia
punya potensi besar untuk maju dengan mengelaborasi sektor pendidikan, sains dan
ekonomi. Indonesia kaya akan manusia-manusia cemerlang yang sebagian besar
masih terserak bekerja di luar negeri saat ini karena ketidakpedualian negara
dalam mengkaryakan dan mengapresiasi mereka. Kita juga punya sumber daya alam
yang melimpah untuk dikelola secara mandiri jika SDM-SDM unggul Indonesia
berkomitmen untuk berkarya bagi negerinya yang tentu saja karya mereka harus
diapresiasi oleh bangsanya sendiri.