Bahkan, nama Iblis pun bisa diramal karakternya. Anda tertarimk pakai nama ini? (Dok.Pribadi) |
21.4.15
Anomali di Dunia Teknologi Informasi
Apakah anda termasuk salah satu pengguna jejaring sosial
yang sudah menggunakan aplikasi pembaca Karakter
Berdasarkan Nama dan memostingnya di Facebook? Apakah anda memercayai hasil
pembacaan karakter via aplikasi daring itu? Jika “iya”, berarti anda salah satu
dari ribuan korban yang perlu pencerahan. Bukan pencerahan oleh saya, tapi
mungkin lebih tepat jika konsultasi ke psikolog atau mengikuti psikotest, agar anda
mengetahui karakter berdasar basis interpretasi ilmiah.
Beberapa hari terakhir, di jejaring sosial Facebook ramai
postingan bersumber dari satu laman website yang serupa aplikasi online. Laman
daring tersebut bisa meramal berbagai hal tentang anda. Mulai dari arti nama,
kota yang tepat untuk tinggal atau anda mirip binatang apa jika sedang marah. Terkesan
ilmiah seperti psikotes, hasil ramalan si aplikasi daring diuraikan dengan bahasa
ilmiah dan pilihan kata yang indah.
Psikotest yang lazim digunakan untuk membaca karakter membutuhkan
banyak tools uji dan waktu yang lama
untuk diinterpretasi. Dengan aplikasi
ini, anda cukup mengetik nama pada kolom yang tersedia, maka dalam hitungan
detik, hasil ramalan karakter anda keluar dan siap dipublikasi. Hasil ramalan tentu
saja menyenangkan bagi si pengguna, sehingga membuat bangga.
Setelah hasil ramalan diperoleh, tersedia pilihan untuk
membagikan di lini kala Facebook, agar diketahui banyak orang. Dan tampaknya,
inilah kunci mengapa aplikasi daring tersebut sukses menjadi viral di Facebook.
Lantas, digunakan oleh banyak orang untuk mengetahui karakter mereka sehingga
kian tersebar.
Di bagian disclaimer tertulis “all content is provided for fun and entertainment purposes only”. Singkatnya,
si pembuat aplikasi bilang jangan percaya hasilnya, karena cuma sekadar untuk
main-main. Bagi si empunya, aplikasi ini paling banter bertujuan untuk meraup
rupiah karena ramainya trafik di lama “ramalan” daring tersebut. Ini bisa kita
lacak dari adanya custom sponsorship dari pengiklan di google (google adv) pada
halaman website ramalan tersebut.
Tapi sungguh naif, ternyata masih banyak pengguna jejaring
sosial yang betul-betul memercayai hasil ramalan karakter mereka via aplikasi
tersebut. Mereka percaya lalu memostingnya di Facebook, karena karakter yang
disebutkan memang membanggakan dan pantas diketaui banyak orang.
Heboh aplikasi ramalan ini menggambarkan setidaknya dua hal.
Pertama, membenarkan teori Sigmund Freud bahwa
sifat narsisme ada dalam setiap manusia. Narsisme diartikan dengan cinta
pada diri sendiri secara berlebihan yang biasanya ditunjukkan dengan ekspos
perihal diri sendiri. Basicly, narsisme
bukanlah perbuatan haram. Namun jika salah kelola, ia bisa jadi terlarang. Bahkan
bisa berakibat memalukan.
Bahwa lumrah dan merupakan hal yang alamiah, manusia ingin pengakuan
dan menunjukkan eksistensi salah satunya dengan berperilaku narsis. Upaya mengekspose
diri agar diakui, ada yang diaktualisasikan dalam cara-cara normal dan rasional
seperti mengukir karya dan prestasi. Ada pula yang ditempuh dengan cara-cara tidak rasional, cenderung lugu dan bertentangan
dengan nalar seperti tergambar dari postingan hasil ramalan krakter yang
berseliweran di Facebook tersebut, sehingga terkesan anomali.
Kedua, internet di Indonesia menyisakan anomali atau
penyimpangan dan keanehan serta ketidakwajaran. Saya kira tidak ada perdebatan,
secara aklamasi kita sepakat bahwa internet dan khususnya jejaring sosial
merupakan kristalisasi peradaban. Facebook adalah produk dari maju dan berkembangnya
ilmu pengetahuan umat manusia.
Maka munculnya perilaku warga internet (netizen) yang percaya pada sesuatu yang tak masuk akal yang
diperoleh di internet, merupakan satu fakta bahwa pengguna hasil peradaban tinggi
umat manusia ini (baca : internet dan sosial media), adalah sebuah cacat di
dunia informasi teknologi. Terjadi anomali.
Anomali di tengah-tengah masyarakat yang (katanya) melek teknologi
informasi ini, juga tergambar ketika sebuah broadcast
message yang tak jelas akurasi informasinya disebarluaskan dengan enteng
tanpa berpikir panjang. Selain dua contoh di atas : aplikasi ramalan dan broadcast message, sebetulnya masih
banyak anomali yang terjadi di dunia teknologi informasi.
Kritis menerima, melihat dan membaca suatu informasi,
merupakan tanda masyarakat yang tercerahkan.