6.1.15
[Tips] Personal Brand Kunci Sukses Berkarir
Berbagai kasus “pengangguran elit” ini terjadi di sekitar
kita. Mungkin ada kenalan, kolega atau bahkan sahabat kita yang sebenarnya
secara kemampuan ia cukup mumpuni. Tapi dia kok masih menganggur, atau kerjanya
tidak sesuai dengan profile yang dimiliki, posisi di perusahaan tak sepadan
dengan dengan nilai yang tertera di ijazah. Padahal ia alumni perguruan tinggi
ternama, dengan IPK nyaris sempurna.
Kata kunci agar terhindar dari kasus seperti itu adalah,
miliki personal brand. Apa itu personal brand? Jika saya sebut “Jonru”, apa
yang terlintas dalam pikiran anda? Maka itulah personal brand Jonru. Jika saya
sebut “Jokowi”, apa yang otomatis terlintas dalam pikiran anda? Maka itulah
personal brand Pak Jokowi. Jika saya sebut “Christiano Ronaldo”, apa yang
muncul secara refleks di pikiran anda tentang CR7, maka itulah personal brandnya.
Personal brand dibangun dari fondasi yang kokoh dan otentik.
Berbeda dengan citra yang cuma “nampaknya” atau “kelihatannya”. Personal brand
itu adalah “faktanya” atau “aslinya”. Lantas, dari mana sebuah personal brand
bertumbuh? Tentu saja buah interaksi, komunikasi atau sosialisasi antara kita
dengan orang lain yang terjalin secara intensif, intim ataupun jangka panjang.
Kalau jangka pendek, temporer atau ala kadarnya, ia hanya hasilkan citra.
Karena itu, setiap orang butuhkan personal brand. Tak hanya
dibentuk oleh kompetensi, personality dan integritas, personal brand kuncinya
ada pada kemampuan komunikasi dan bersosialisasi. Tanpa personal brand,
kompetensi, integritas dan personality hanya akan terpendam di dalam diri.
Laksana mutiara, ia memang berharga, namun tempatnya di dasar samudera.
Banyak yang memiliki kompetensi, personality dan juga
reputasi tinggi, tapi tak “dilirik”. Sebabnya kadang-kadang sederhana. Orang
tersebut tidak punya kemampuan komunikasi. Segala kelebihan yang dimiliki,
dipendam sendiri. Orang lain tak ketahui. Ia jarang bersosialisasi.
Orang-orang seperti ini, persoalan utamanya karena tidak
punya personal brand. Kemampuan yang ia miliki, hanya diketahui olehnya
sendiri. Tak tersiar ke lingkungan sekitar jika ia miliki kompetensi. Ini
mungkin saja diakibatkan karena ia malas bergaul.
Untuk membangun personal brand, prasyarat komunikatif harus
dimiliki. Artinya, kita harus membuka diri dan rajin bersilaturahmi. Persis
seperti ajaran agama Islam, rajin silaturahmi berarti membuka pintu-pintu
rejeki.
Saya punya sedikit pengalaman soal personal brand.
Oleh seorang tokoh, saya pernah terlibat dalam penulisan buah pikir beliau.
Termasuk menulis pidato dan makalah ketika beliau diundang untk jadi pembicara.
Komunikasi kami terjalin baik. Beliau pernah baca curriculum vitae saya,
sehingga megetahui jika saya juga telah menulis di berbagai media seperti
Kompas, Republika, Tempo, Jawa Pos dan puluhan media massa lainnya.
Nampaknya, personal brand saya yang melekat di benak beliau,
bahwa saya seorang yang memiliki skills menulis dan bisa dipercaya/amanah.
Sehingga, pada kolega, beliau selalu perkenalkan saya “ini Pak Jusman, seorang
penulis. Kolumnis di Koran-koran nasional”. Begitu kalimat yang kerap kali
dilontarkan manakala memperkenalkan saya kepada karyawan atau teman-teman
beliau.
Saking percayanya, sampai-sampai beliau ini berikan saya
posisi di perusahaannya, siapkan fasilitas rumah dan kendaraan. Berbagai
kebutuhan yang saya perlukan, cukup ajukan proposal, biasanya selalu diapprove.
Seorang teman lain yang bekerja di sebuah perusahaan public
relation ternama, juga mengenal saya sebagai penulis. Suatu ketika, perusahaan
tempatnya bekerja memiliki project yang berkaitan dengan tulis menulis.
Perusahaan humas terbesar di Asia Pasifik tersebut, butuh penulis opini untuk
membentuk persepsi positif terhadap tokoh yang jadi klien mereka. Lantas, atas
rekomendasi teman ini, saya dilibatkan jadi bagian dari project tersebut dengan
tugas khusus, selama sebulan menulis puluhan opini tentang klien mereka.
Alhamdulillah, mereka puas dengan hasil karya saya.
Dan saat ini, saya kembali menjadi bagian dari tim satu
project dari perusahaan tersebut dengan job desc yang sama, menulis opini.
Klien yang kami layani, yakni perusahaan milik orang terkaya ke 12 di Indonesia
versi Majalah Forbes. Sebuah kepercayaan yang menambah portofolio saya untuk
membangun personal brand. Alhamdulillah.
Repeat order, menggunakan kembali jasa saya, saya
anggap sebagai berkah atas personal brand yang mulai terbangun. Personal brand
yang tentu masih harus terus ditumbuhkan di lahan persemaian agar mengakar
kokoh. Upaya
untuk menjaga profesionalitas dalam bekerja, tingkatkan reputasi serta
konsisten tanpa henti asah kemampuan menulis, adalah jalan yang kongkrit untuk
perkuat personal brand. Tonjolkan reputasi terbaik pada bidang yang kita
tekuni.
Mengemas diri dengan personal brand yang kokoh adalah syarat
untuk bisa berkompetisi, apalagi di dunia kerja yang bertabur tantangan.
Personal brand dibutuhkan untuk menguatkan kepercayaan orang lain, utamanya
mitra kerja kita