Mata Air Pikiran Mengalir Membentuk Kenyataan

  • Opini Kompas | IMF dan Malapraktik Diplomasi

    Jusman Dalle | Opini Harian Kompas Pemerintah memastikan bakal memberikan bantuan pinjaman kepada Dana Moneter Internasional (IMF) sebesar 1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 9,4 triliun. Terkait komitmen Indonesia ini, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, IMF diharapkan tidak hanya menggunakan pinjaman ini untuk membantu negara-negara di Eropa, tetapi juga negara-negara di Asia dan Afrika.

  • Opini Republika | Urgensi Badan Haji

    Jusman Dalle - Opini Republika | Untuk mencapai tujuan pertama yaitu manfaat transformasi manajemen, Badan Haji yang nantinya bakal berfungsi sebagai eksekutor saja, merampingkan organisasi serta secara otomatis memotong rantai birokrasi bertingkat dan kompleks yang melibatkan banyak institusi. Badan Haji juga mengakhiri rezim monopoli kewenangan sebab Kemenag tinggal memegang satu fungsi, yaitu sebagai regulator sementara Komisi VIII DPR yang membawahi persoalan haji, berfungsi sebagai evaluator.

  • Profil Jusman Dalle

    Jusman juga menekuni digital marketing. Merancang dan membuat konten digital berupa tulisan (copywriter), visual dan audio visual untuk sejumlah perusahaan dan institusi skala nasional. Antara lain Partai Gerindra, Kedutaan Besar Jerman, Taksi Ekspress, Bank BTN, PLN, XL Axiata, Agung Podomoro Land, True Money, dll.

  • Rawan Pangan Negeri Pertanian

    Jusman Dalle - Opini Koran Tempo | Program revitalisasi sektor pertanian yang pernah dijanjikan sejak 2005 masih sebatas lip service. Infrastruktur irigasi rusak parah, jalanan di desa-desa basis pertanian pun belum memadai. Rencana pemerintah untuk membagikan tanah seluas 9,25 juta hektare juga baru sebatas “angin surga”.

14.10.15

Faktor Penguatan Semu Rupiah

BI menyebut batas psikologis kurs rupiah sebagai “penyakit” irasional (sumber : aktual.co)
Sejak pekan pertama Oktober, pergerakan rupiah memberikan sinyal positif. Kurs yang pada hari Senin (5/10) masih berada di kisaran Rp 14.604 per dollar AS, sepanjang Selasa (6/10) dan Rabu (7/10) melompat hingga menyentuh level Rp 14.065 per dollar AS. Pemerintah pun dibuat sumringah.
Berbagai macam komentar berseliweran menyambut rebound rupiah. Komentator berlomba menyebutkan faktor-faktor penyebab pergerakan positif mata uang garuda. Komentar pertama yang muncul, katanya karena Jokowi effect. Meskipun tidak jelas Jokowi effect mana yang dimaksud, dan mengapa itu tidak terjadi dari bulan-bulan kemarin jika memang ada Jokowi effect? Namun tetap saja banyak yang terus menerus mengangungkan Jokowi effect. Ya. namanya pendukung pemerintah, maka sah-sah saja cara mereka menjaga marwah Jokowi yang belakangan citranya terkoreksi tajam dan terus menerus menuai cibiran karena kondisi perekonomian tak kunjung membaik sejak Jokowi dilantik tahun lalu. 

Faktor kedua, pergerakan positif rupiah katanya buah dari paket kebijakan ekonomi Jokowi. Ini tentu saja misleading dan cacat logika. Bahwa kebijakan yang sifatnya jangka panjang dan jangka menengah, serta bahkan butuh melalui banyak proses sebelum sampai pada tahap impelemntasi, tidak mungkin ujug-ujug membuahkan hasil. Contoh paket kebijakan ekonomi jilid 1 yang dikeluarkan pemerintah adalah pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit untuk mendorong pemanfaatan biodiesel 15 persen agar dapat mengurangi impor BBM. Siapa gerangan yang dalam waktu hitungan hari mampu menghasilkan biodiesel yang mereduksi 15 persen konsumsi BBM? Hebat sekali jika ada!
Ketiga, pemerintah sendiri ikut mengeluarkan pernyataan terkait fenomena sumringahnya rupiah. Menko Ekonomi Darmin Nasution mengatakan itu hanya faktor psikologis saja. "Psikologis saja, artinya orang melihat kebijakan yang diambil bagus, sehingga membuat pasar optimis," kata Darmin di Komplek Istana Negara Rabu (7/10). Komentar anak buah Jokowi ini mengamini jika fundamental ekonomi kita belum bagus dan tidak cukup mapan untuk mendorong perbaikan kurs rupiah.
Meskipun memang di berbagai negara faktor psikologis tak lepas mempengaruhi perekonomian, tapi untuk kasus Indonesia, pengaruhnya bisa dikatakan sangat dalam menghujam. Ini hanyalah satu dari sekian banyak dampak liberalisasi ekonomi yang terus dilakukan oleh pemerintah. Beda dengan AS, pelemahan atau penguatan pranata-pranata ekonomi mereka selalu dipengaruhi oleh faktor kebijakan konkret (internal). Ini menandaskan fundamental ekonomi AS sangat kuat dan independen.
Faktor keempat, dan tampaknya ini yang akurat adalah bahwa pergerakan positif rupiah tersebut lebih disebabkan oleh faktor eksternal. Yakni keluarnya data ketenagakerjaan AS yang menyebutkan bahwa penyerapan tenaga kerja jauh di bawah target. Pengangguran tetap masih tinggi. Dengan data ini, ada harapan The Fed akan menunda kenaikan suku bunganya.
Dollar yang tadinya bergerak pulang kampung untuk mengejar besaran untung karena sempat ada desas desus The Fed akan menaikkan suku bunga, kini balik badan ke negara-negara emerging market. Termasuk mengalir ke Indonesia. Capital inflow karena faktor The Fed inilah yang membuat pasar obligasi terguyur dollar.
Fakta tersebut adalah indikasi betapa perkasanya ekonomi AS dan betapa bergatungnya dunia pada dollar. Jika saja The Fed menaikkan suku bunga, maka investasi dollar di negara-negara lain bakal tersedot dalam waktu singkat. Karena itu, pelemahan rupiah bisa saja terjadi setiap saat jika fenomena trend positif ini tidak segera ditindak lanjuti dengan penguatan fundamental ekonomi.
Impor minyak, impor komponen industri dan jadwal pembayaran utang jatuh tempo pemerintah adalah segelitir faktor yang bisa menyeret kembali rupiah ke titik tak terhormat dalam percaturan mata uang dunia. Artinya kita menunggu paket kebijakan eonomi Jokowi bekerja dan menjadi solusi jangka panjang untuk memperbaiki tata ekonomi Indonesia. Untuk jangka waktu pendek, seperti diingatkan oleh para ekonom, euforia ini hanyalah sesaat. Maka kita patut waspada, jangan-jangan  pekan depan atau esok lusa,  rupiah kembali tergelicir.