29.11.14
Nyawa Ari, Martir Politik Lengserkan Jokowi
Luka belum kering, nanah masih merajam tubuh akibat tindakan brutal polisi pada wartawan, namun aparat berseragam cokelat yang makan dari
pajak-pajak rakyat itu, kembali berulah. Bukan hanya luka, kali ini polisi bahkan goreskan
duka. Dalam demo menolak kenaikan harga BBM, di Makassar Kamis (27/11) kemarin,
satu warga meregang nyawa. Bukti-bukti di lapangan dan telah tersebar di
internet kuatkan dugaan korban yang bernama Muhammad Ari alis Ari Pepe (17) tewas
akibat tertabrak oleh mobil water canon polisi.
Tewasnya warga
akibat tindakan represif aparat kepolisian saat menghadapi demonstran anti
kenaikan harga BBM, adalah rentetan duka massal yang diakibatkan oleh kebijakan
pemerintah. Kematian rakyat kecil akibat aparat yang brutal, bisa jadi pemantik
Jokowi digulingkan, sebagaimana peristiwa serupa memicu hulu ledak revolusi di
Tunisia dan Mesir. Apalagi kekuatan politik Jokowi di DPR sangat lemah. Interpelasi yang tengah digalang DPR untuk
pertanyakan kenaikan harga BBM di saat minyak dunia turun drastis, bisa saja melebar
ke agenda pertanggungjawaban pemerintah atas nyawa rakyat yang melayang.
Ditambah lagi suasana kebatinan politik nasional yang
menegang akibat sederet janji-janji Jokowi yang ia ingkari. Mulai dari janji membangun kabinet
ramping, namun nyatanya malah bikin kabinet gemuk. Kedua, janji koalisi partai
politik tanpa syarat, namun kepada rakyat malah pertontonkan koalisi bagi-bagi
jatah. Ketiga, Jokowi pernah berujar tidak akan menaikkan harga BBM, kini malah
menaikkan harga BBM padahal harga minyak dunia turun drastis. Keempat, Jokowi
pernah berjanji akan memasang barrier
untuk halangi investor asing dan utamakan investor nasional, namun di forum
APEC, dengan lantang dan terbuka laiknya sales sedang menjual, Jokowi malah undang
invetor asing benamkan modal di Indonesia. Kelima, Jokowi pernah berucap tak akan angkat Jaksa Agung dari kalangan politisi, namun sebulan kemudian Jokowi lantik politikus NasDem jadi Jaksa Agung. Terbaru, keenam, pemerintahan Jokowi
memprogramkan impor 264.000 ekor sapi di akhir tahun ini. Padahal di musim
kampanye, media mengabadikan statemen Jokowi yang katanya akan hentikan impor
sapi.
Atas deretan
dusta yang dicatat oleh publik dan bahkan datanya tersimpan rapi di gadget
msyarakat, Jokowi pun harus menanggung aib. Baru sebulan berkuasa, Jokowi telah
dicap sebagai pemimpin pembohong. Sebuah label yang saya kira menjadi beban
bagi kepemimpinan Jokowi ke depan. Segala kebijakannya bisa jadi akan dilihat negatif karena sejak awal Jokowi tunjukkan inkonsistensi penuhi janji Cap sebagai
pemimpin pembohong, perlahan meruntuhkan citra Jokowi. Ini sudah diamini oleh
lembaga survei. LSI merilis, kini kepuasan
publik terhadap kepemimpinan Jokowi hanya sebesar 44,94 persen.
Kembali ke soal
raibnya nyawa seorang warga yang diduga kuat akibat ulah brutal aparat. Mestinya
Negara serius melindungi nyawa warga, apapun alasannya. Dalam hal melaksanakan
tugas yang akibatkan ada korban, Polri disimpulkan gagal lakukan tugas jika tak
mampu kendalikan diri dan malah terpancing melakukan tindakan represif. Di benak
masyarakat timbul pertanyaan, Polri sebagai institusi besar, mengapa tidak gunakan
jejaring intelijen, atau relasi ke gerakan mahasiswa, untuk ajak para
demonstran berdialog sehingga turbulensi bisa dicegah lebih dini. Apa memang Polri
tak bisa sabar kendalikan emosi, gunakan langkah persuasif yang cerdas untuk
jaga stabilitas?
Menanggapi kematian
Ari, Komentar Jokowi yang bilang “itu sebenernya urusan di kepolisian”,
terkesan meremahkan nyawa warga Negara. Berbeda benar dengan presiden AS Barack
Obama yang menunjukkan respek ketika mengomentari terbunuhnya Michael Brown, seorang
warga Afro-Amerika yang pada hari-hari ini memicu gelombang kemarahan di AS. Obama berujar “peristiwa tersebut menoda hati anak-anak
kulit hitam” .
Yang kita
khawatirkan, kematian Ari akibat ulah anggota Polri dan respon terkesan pandang eteng yang dilontarkan seorang
Jokowi menanggapi santai kematian warga Negara yang nyawanya dilindungi
undang-undang, jadi pemantik gelombang demonstrasi yang lebih besar. Tak kita inginkan,
pemerintah, khususnya Polisi jadi musuh rakyat. Sebab bagaimanapun jua, Polisi dibentuk
untuk melayani masyarakat. Bukan jadi musuh masyarakat.
Bila terjadi koalisi
antara parlemen jalanan dengan parlemen (DPR) yang mayoritas dikendalikan
kelompok kontra Jokowi, saya kira tidak begitu kesulitan menjatuhkan Jokowi di
bulan madu kekuasaannya. Walau sebetulnya, saya, dan mungkin juga rekan-rekan
semua, kurang tertarik jika ada pergantian kepemimpinan nasional di luar jadwal
normal lima tahunan. Tapi kalau aparat pemerintah sudah berani merampas hak
paling asasi (nyawa) warganya, ruang kompromi untuk biarkan aparatus bebal
terus menguasai, kian terdesak oleh suara-suara perlawanan yang berlindan. Ajakan
turun ke jalan bergema dimana-mana.
Jika arus kemarahan rakyat tak lagi terbendung, bukanlah perkara sulit dan tak butuh waktu lama menunggu pergeseran agenda mahasiswa dan rakyat dari soal tolak kenaikan BBM
ke pelengseran Presiden. Jika lawan-lawan politik Jokowi menyeriusi, kematian Ari, bisa jadi martir politik lengserkan Jokowi dari bulan madu kekuasaannya.