Mata Air Pikiran Mengalir Membentuk Kenyataan

  • Opini Kompas | IMF dan Malapraktik Diplomasi

    Jusman Dalle | Opini Harian Kompas Pemerintah memastikan bakal memberikan bantuan pinjaman kepada Dana Moneter Internasional (IMF) sebesar 1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 9,4 triliun. Terkait komitmen Indonesia ini, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, IMF diharapkan tidak hanya menggunakan pinjaman ini untuk membantu negara-negara di Eropa, tetapi juga negara-negara di Asia dan Afrika.

  • Opini Republika | Urgensi Badan Haji

    Jusman Dalle - Opini Republika | Untuk mencapai tujuan pertama yaitu manfaat transformasi manajemen, Badan Haji yang nantinya bakal berfungsi sebagai eksekutor saja, merampingkan organisasi serta secara otomatis memotong rantai birokrasi bertingkat dan kompleks yang melibatkan banyak institusi. Badan Haji juga mengakhiri rezim monopoli kewenangan sebab Kemenag tinggal memegang satu fungsi, yaitu sebagai regulator sementara Komisi VIII DPR yang membawahi persoalan haji, berfungsi sebagai evaluator.

  • Profil Jusman Dalle

    Jusman juga menekuni digital marketing. Merancang dan membuat konten digital berupa tulisan (copywriter), visual dan audio visual untuk sejumlah perusahaan dan institusi skala nasional. Antara lain Partai Gerindra, Kedutaan Besar Jerman, Taksi Ekspress, Bank BTN, PLN, XL Axiata, Agung Podomoro Land, True Money, dll.

  • Rawan Pangan Negeri Pertanian

    Jusman Dalle - Opini Koran Tempo | Program revitalisasi sektor pertanian yang pernah dijanjikan sejak 2005 masih sebatas lip service. Infrastruktur irigasi rusak parah, jalanan di desa-desa basis pertanian pun belum memadai. Rencana pemerintah untuk membagikan tanah seluas 9,25 juta hektare juga baru sebatas “angin surga”.

29.11.14

Nyawa Ari, Martir Politik Lengserkan Jokowi

Luka belum kering, nanah masih merajam tubuh akibat tindakan brutal polisi pada wartawan, namun aparat berseragam cokelat yang makan dari pajak-pajak rakyat itu, kembali berulah. Bukan hanya luka, kali ini polisi bahkan goreskan duka. Dalam demo menolak kenaikan harga BBM, di Makassar Kamis (27/11) kemarin, satu warga meregang nyawa. Bukti-bukti di lapangan dan telah tersebar di internet kuatkan dugaan korban yang bernama Muhammad Ari alis Ari Pepe (17) tewas akibat tertabrak oleh mobil water canon polisi.


Polisi tak dapat mengelak dari tudingan yang dialamatkan. Sebab hasil otopsi Tim dokter RSUD Wahidin Sudirohusodo Makassar semakin menguatkan bila luka-luka di tubuh korban adalah indiaksi akibat terkena benda keras dari arah belakang. Paling tidak, ada 11 luka di bagian kepala korban tewas. Antara lain, bibir memar, rahang lecet, kepala belakang luka robek, tampak jaringan otak keluar. Ada pendarahan di bawah selaput lunak otak. Ditemukan resapan darah di bawah kulit kepala, serta patah tulang tengkorak belakang.

Tewasnya warga akibat tindakan represif aparat kepolisian saat menghadapi demonstran anti kenaikan harga BBM, adalah rentetan duka massal yang diakibatkan oleh kebijakan pemerintah. Kematian rakyat kecil akibat aparat yang brutal, bisa jadi pemantik Jokowi digulingkan, sebagaimana peristiwa serupa memicu hulu ledak revolusi di Tunisia dan Mesir. Apalagi kekuatan politik Jokowi di DPR sangat lemah.  Interpelasi yang tengah digalang DPR untuk pertanyakan kenaikan harga BBM di saat minyak dunia turun drastis, bisa saja melebar ke agenda pertanggungjawaban pemerintah atas nyawa rakyat yang melayang.

Ditambah lagi  suasana kebatinan politik nasional yang menegang akibat sederet janji-janji Jokowi yang ia ingkari.  Mulai dari janji membangun kabinet ramping, namun nyatanya malah bikin kabinet gemuk. Kedua, janji koalisi partai politik tanpa syarat, namun kepada rakyat malah pertontonkan koalisi bagi-bagi jatah. Ketiga, Jokowi pernah berujar tidak akan menaikkan harga BBM, kini malah menaikkan harga BBM padahal harga minyak dunia turun drastis. Keempat, Jokowi pernah berjanji akan memasang barrier untuk halangi investor asing dan utamakan investor nasional, namun di forum APEC, dengan lantang dan terbuka laiknya sales sedang menjual, Jokowi malah undang invetor asing benamkan modal di Indonesia. Kelima, Jokowi pernah berucap tak akan angkat Jaksa Agung dari kalangan politisi, namun sebulan kemudian Jokowi lantik politikus NasDem jadi Jaksa Agung. Terbaru, keenam, pemerintahan Jokowi memprogramkan impor 264.000 ekor sapi di akhir tahun ini. Padahal di musim kampanye, media mengabadikan statemen Jokowi yang katanya akan hentikan impor sapi.

Atas deretan dusta yang dicatat oleh publik dan bahkan datanya tersimpan rapi di gadget msyarakat, Jokowi pun harus menanggung aib. Baru sebulan berkuasa, Jokowi telah dicap sebagai pemimpin pembohong. Sebuah label yang saya kira menjadi beban bagi kepemimpinan  Jokowi ke depan. Segala kebijakannya bisa jadi akan dilihat negatif karena sejak awal Jokowi tunjukkan inkonsistensi penuhi janji Cap sebagai pemimpin pembohong, perlahan meruntuhkan citra Jokowi. Ini sudah diamini oleh lembaga survei.  LSI merilis, kini kepuasan publik terhadap kepemimpinan Jokowi hanya sebesar 44,94 persen.

Kembali ke soal raibnya nyawa seorang warga yang diduga kuat akibat ulah brutal aparat. Mestinya Negara serius melindungi nyawa warga, apapun alasannya. Dalam hal melaksanakan tugas yang akibatkan ada korban, Polri disimpulkan gagal lakukan tugas jika tak mampu kendalikan diri dan malah terpancing melakukan tindakan represif. Di benak masyarakat timbul pertanyaan, Polri sebagai institusi besar, mengapa tidak gunakan jejaring intelijen, atau relasi ke gerakan mahasiswa, untuk ajak para demonstran berdialog sehingga turbulensi bisa dicegah lebih dini. Apa memang Polri tak bisa sabar kendalikan emosi, gunakan langkah persuasif yang cerdas untuk jaga stabilitas?

Menanggapi kematian Ari, Komentar Jokowi yang bilang “itu sebenernya urusan di kepolisian”, terkesan meremahkan nyawa warga Negara. Berbeda benar dengan presiden AS Barack Obama yang menunjukkan respek ketika mengomentari terbunuhnya Michael Brown, seorang warga Afro-Amerika yang pada hari-hari ini memicu gelombang kemarahan di AS. Obama berujar  “peristiwa tersebut menoda hati anak-anak kulit hitam” .

Yang kita khawatirkan, kematian Ari akibat ulah anggota Polri dan respon terkesan pandang eteng yang dilontarkan seorang Jokowi menanggapi santai kematian warga Negara yang nyawanya dilindungi undang-undang, jadi pemantik gelombang demonstrasi yang lebih besar. Tak kita inginkan, pemerintah, khususnya Polisi jadi musuh rakyat. Sebab bagaimanapun jua, Polisi dibentuk untuk melayani masyarakat. Bukan jadi musuh masyarakat.

Bila terjadi koalisi antara parlemen jalanan dengan parlemen (DPR) yang mayoritas dikendalikan kelompok kontra Jokowi, saya kira tidak begitu kesulitan menjatuhkan Jokowi di bulan madu kekuasaannya. Walau sebetulnya, saya, dan mungkin juga rekan-rekan semua, kurang tertarik jika ada pergantian kepemimpinan nasional di luar jadwal normal lima tahunan. Tapi kalau aparat pemerintah sudah berani merampas hak paling asasi (nyawa) warganya, ruang kompromi untuk biarkan aparatus bebal terus menguasai, kian terdesak oleh suara-suara perlawanan yang berlindan. Ajakan turun ke jalan bergema dimana-mana.

Jika arus kemarahan rakyat  tak lagi terbendung, bukanlah perkara sulit dan tak butuh waktu lama menunggu pergeseran agenda mahasiswa dan rakyat dari soal tolak kenaikan BBM ke pelengseran Presiden. Jika lawan-lawan politik Jokowi menyeriusi, kematian Ari, bisa jadi martir politik lengserkan Jokowi dari bulan madu kekuasaannya.