22.11.14
Melihat Interstellar dari Sudut Kritik Propaganda Amerika
Mari selalu berupaya melihat misi yang disisipkan di balik setiap film
buatan Hollywood yang kita tonton. Pun menyaksikan film INTERSTELLAR, sebagai
pengigat, kira-kira ini catatan kritis yang perlu jadi filter tentang sinema bergenre
fiksi ilmiah tersebut. Agar ketika menikmati keindahan sinematik yang tersaji
di Interstellar, kita tetap melihatnya secara kritis.
Film ini, tak ubahnya film lain tentang bakal berakhirnya kehidupan di
bumi karena berbagai faktor internal maupun karena faktor eksternal. Di berbagai
film produksi Hollywood, biosfir kerap digambarkan sebagai lapisan yang tak lagi
ramah dihuni. Entah itu karena terjadi serangan alien, bencana alam, wabah penyakit
mematikan, kelangkaan pangan, dan bahkan perang diciptakan sebagai instrumen
jika bumi dalam krisis teramat parah sehingga layak untuk dikosongkan.
Propaganda serupa juga terjadi di film Interstellar. Dimana bumi
digambarkan sedang sakit dan harus ditinggalkan. Film ini menambah daftar panjang alat
propaganda dan kerja keras Amerika Serikat (AS) mengisi pikiran masyarakat
dunia dengan ketakutan, bahwa kehidupan di bumi akan punah. Interstellar
seolah-olah ingin menegaskan perihal datangya “kiamat” yang hanya akan terjadi
di planet bumi, tidak di planet lain. Namun kiamat di bumi dapat kita hindari. Menghindari
kiamat tersebut, AS ajarkan caranya melalui berbagai temuan mereka, seperti dikesankan
di dalam film Interstellar.
Padahal, jikalau mau jujur, secara nyata, kerusakan di planet ini berkat
peran besar AS. Berpusat di AS, mesin kapitalisme bekerja tanpa jeda, mengeksploitasi
sumber daya alam yang ada.
Sementara ketakutan hidup di bumi merebak, imajinasi perjalanan antar
galaksi/bintang (interstellar) untuk mencari planet lain sebagai rumah baru,
dijejalkan dengan pendekatan saintifik untuk peroleh legitimasi tanpa bantahan.
Secara halus dan ilmiah, manusia disuruh eksodus ke planet antah berantah.
Pemerintah beberapa negara, secara ekonomi rugi habiskan anggaran bikin
riset dan roket untuk menembus ruang semesta. AS, si negara kaya sebaliknya.
Pengeluaran menuju luar angkasa adalah investasi. Sebab dari situ dapur
bisnisnya mengepul. Banyak industri yang dihidupi oleh kelatahan negara lain
ingin ikut jejak AS jadi pelancong alam raya. Kahususnya bisnis persenjataan
dan bisnis yang berkaitan dengan penjelajahan ke antariksa.
Musykilnya, sementara perhatian manusia tersedot ke luar angkasa yang
tanpa batas, AS malah sibuk menjajah bumi, menyedot habis seluruh isinya dengan
berbagai cara. Entah itu dengan cara-cara yang soft lewat diplomasi ekonomi, budaya dan politik, maupun dengan
penggunaan kekuatan militer. Singkatnya, ketika perhatian dunia semua tertuju ke
luar angkasa, dalam diam minim sorotan, AS
mengeksploitasi sumber daya alam di berbagai Negara. Perlahan, planet yang luas
dan masih sangat kaya raya ini jatuh ke dalam hegemoni mereka.
Negara-negara lain yang terbawa irama AS untuk jelajah semesta, gagal
menemukan kehidupan baru di luar sana. Habis anggaran untuk riset, serta juga
menderita kekurangan. Sebab, kian banyak Negara tanpa sadar melepaskan sumber daya
alam mereka ke berbagai perusahaan AS, di bawah tekanan berbagai konsensus
dagang atas nama globalisasi. Lagi-lagi, AS yang menguasai. AS cerdik, juga
licik. Menadah kekayaan serta sumber daya melimpah, dengan menciptakan
ketakutan pada mulanya. Termasuk ketakutan yang ditebar lewat sinema.
Sebagai seorang muslim, kita sangat dan
bahkan wajib mendukung perkembangan ilmu pengetahuan yang membuka tabir
misteri, betapa luasnya ciptaan Allah SWT yang betul-betul tak berbatas dan
memilki kerumitan dimensi ruang-waktu yang sulit dipahami manusia. Tapi kalau
sains digunakan untuk membodoh-bodohi dan menakut-nakuti agar manusia berpikir
untuk tinggalkan planet bumi, saya kira itu sudah menyesatkan dan patut
dibenci.
Oh
ya, satu lagi. Di Interstellar diceritakan tentang hukum relativitas Albert
Einstein yang mengungkap perbedaan waktu di bumi dengan galaksi lain. Perbandingannya
sehari di galaksi lain, tujuh tahun di bumi. Kalau di dalam Al Qur’an surat As Sajadah ayat 5
(silahkan cek Al Qur’an), seribu tahun di bumi, hanya setara sehari dengan di
luar angkasa sana.
Salam Akal Sehat!
Bintaro, 7 November 2014