Ini link tulisan Jilbab Hitam yang bikin heboh itu Mengerikan dan Brutal, TEMPO dan KataData ‘Memeras’ Bank Mandiri dalam Kasus SKK Migas?
13.11.13
Lonceng Kematian Media dari Si Jilbab Hitam
***
Laksana lonceng kematian, artikel berjudul “Mengerikan
dan Brutal, Tempo dan KataData ‘Memeras’ Bank Mandiri dalam Kasus SKK Migas” yang ditulis oleh oleh sosok misterius dibalik
identitas anonim Jilbab Hitam, membuat panik sejumlah pihak. Lini masa geger
oleh artikel provokatif dan berani, yang ditulis laksana mengurai jeroan media
massa yang selama ini tak banyak diketahui publik.
Artikel itu awalnya diposting di
Kompasiana, namun kemudian dihapus oleh pihak pengelola dengan alasan
provokatif. Tapi apa mau dikata, arus informasi sosial media tak terbendung.
Independensi pegiat lini masa sebagai wilayah suci yang sangat privat, tak bisa
diintervensi. Dengan cepat artikel itu malah nongol di berbagai halaman
website. Ibarat kata, mati satu tumbuh seribu.
Secara blak-blakan, Jilbab Hitam
yang mengaku bekas wartawan Tempo, membongkar praktek yang ia sebut permainan
uang di kalangan wartawan. Praktek ini ternyata tak hanya terjadi pada media-media
yang tidak jelas atau media Bodrek dengan bayaran ecek-ecek, namun juga telah merambah
ke mafia jual beli pencitraan
lembaga-lembaga ternama, memanfaatkan media sebagai corong kamuflase.
Kesaksian Jilbab Hitam di dalam
tulisan memang cukup meyakinkan, sebab ia menguraikan sejumlah kongkalikong pimpinan
media secara kronologis dan detail hingga menyebutkan nama dan tempat. Jilbab
Hitam juga mengaku menyaksikan secara telanjang mata serta ikut terlibat
berkomunikasi untuk mengawal pencitraan sebuah perusahaan oleh satu media,
tentu saja dengan nilai transaksi yang besar. Seperti judul artikelnya, Jilbab
Hitam secara ‘brutal’ menguak praktek menjijikkan dalam dunia jurnalisme
tersebut.
Setelah berkali-kali membaca
artikel itu, juga membaca klarifikasi yang disampaikan oleh pihak-pihak yang
disebut namanya, termasuk Tempo, guna membanding informasi, sebagai pembelajar
dan pegiat media sebenarnya saya tidak begitu kaget. Di Indonesia, selentingan
kabar soal main mata antara pemilik dan atau pimpinan media dengan berbagai
pihak yang berkepentingan untuk pencitraan, seperti partai politik, perusahaan
hingga pemerintah memang santer terdengar.
Ketika sejumlah pemilik media kemudian
ramai-ramai memanfaatkan ruang publik mengendarai media yang mereka miliki
untuk mengampanyekan diri sebagai capres/cawapres misalnya (seperti kampanye Abu
Rizal Bakrie di TV One dan Antv, Surya Paloh di Metro TV dan Wiranto-Harry
Tanoe di RCTI, Global TV, MNCTV,dll) dalam varian format berupa iklan maupun
dalam bentuk berita, kabar burung itu menjadi lebih terang. Media memang telah
dikangkangi kepentingan kuasa dan kapital. Tapi tidak semua.
Tulisan Jilbab Hitam, mengungkap
semua permainan dari dalam, berdasarkan kesaksian mata yang dialaminya. Sungguh
sebuah episode menarik, mengingat peran media sangat vital di era informasi sekaligus
periode transisi demokrasi ini. Kebenaran, kini seolah hanya milik media. Bagi para
pendewa citra, 'sabda' media kerap diposisikan melebihi kebenaran kitab suci. Tapi syukurlah, si mbak Jilbab Hitam, melalui artikel provokatif tapi asyik itu, membantu kita mendesakralisasi media yang hampir-hampir menjadi setengah dewa.
Jauh sebelum Jilbab Hitam menulis
perihal permainan media, di Amerika Serikat sebagai negara demokrasi yang telah
mapan, juga tak lepas dari praktek jual beli pencitraan memanfaatkan media
massa. Sangat menarik buku yang ditulis oleh Danny Schechter berjudul The
Death of Media yang secara gamblang menguak praktek culas media di negeri
Abang Sam sana. Temuan Danny di AS membongkar praktek perselingkuhan raksasa
media dengan para pemilik modal sekaligus sponsor pemerintah. Danny mengatakan, konsolidasi korporasi yang begitu besar membungkam sejumlah suara yang ada di dalam media-media Amerika. Sebagaimana kenyataan menunjukkan, bahwa sejumlah acara berita telah dikendalikan sejumlah konglomerat media raksasa.
Danny memang konsisten menjadi
kritikus media-media aurs utama. Danny juga menulis buku When News Lies : Media
Complicity and The Iraq War, berisi gugatan atas kebohongan dan manipulasi
yang dilakukan oleh raksasa-raksasa media sebagai pengendali informasi global
terkait perang Irak. Jika media-media di Barat yang secara ekonomi telah mapan,
begitu tergiur oleh kapital, lantas bagaimana dengan media di Indonesia yang
kerap nampak tidak sabaran sehingga menelanjangi diri sendiri tentang
kepentingan bos besar yang ia bawa.
Padagalibnya, media membawa misi
suci. Media laksana pencerah, penyambung lidah kebenaran, penyampai informasi
dan penyiar kabar. Karena itu, media kita beri keistimewaan , menggunakan gelombang
udara dan ruang publik. Konsekuensinya, karena segala keistimewaan yang melekat
itu, maka mutlak bagi media untuk bekerja melayani kepentingan publik. Ketika ada
media yang coba-coba bermain dengan kepentingan publik, benar kiranya bila kita
kubur ia dalam-dalam. Mungkin benar bila ada pemikiran genit mengatakan, saatnya
kita mengubur media di tumpukan sosial media, termasuk dengan cara memanfaatkan
linis masa untuk membongkar berbagai skandal jual beli berita, manipulasi fakta
dan kamuflase citra yang mereka lakukan.
Bila tidak kritis sebagai
konsumen media, kekhawatiran Danny terhadap demokrasi Amerika, juga bisa
terjadi di Indonesia. Danny menulis, “Demokrasi Amerika sedang rapuh. Kebebasan
kita kini terancam. Proses politik kita sedang dalam bahaya. Bunyikan lonceng
peringatan, sekarang juga!”
Ini link tulisan Jilbab Hitam yang bikin heboh itu Mengerikan dan Brutal, TEMPO dan KataData ‘Memeras’ Bank Mandiri dalam Kasus SKK Migas?
Ini link tulisan Jilbab Hitam yang bikin heboh itu Mengerikan dan Brutal, TEMPO dan KataData ‘Memeras’ Bank Mandiri dalam Kasus SKK Migas?