Opini Koran Banjarmasin Post Edisi 29 Oktober 2013 |
13.11.13
Gelombang Ketiga Laskar Pelangi
Oleh : Jusman Dalle
***
Riuh gemuruh pejabat publik digiring ke pesakitan mengenalkan baju
tahanan. Mereka tersandung berbagai skandal hukum, buah khianat menyelingkuhi
amanah mengelola kepentingan rakyat. Rentetan aib politik dan hukum yang
menimpa para pejabat publik, menguak sisi gelap jeroan kekuasaan.
Lakon para pengampu kuasa membuat tubuh republik bergetar hebat, bagai
terserang meriang. Politik dinasti yang direcoki gurita korupsi, suap di
benteng terakhir penegak konstitusi,
hingga gegap gempita si perempuan misterius Bunda Putri serupa noktah-noktah
aktual tentang kemerdekaan. Rentetan kejadian tersebut adalah ancaman
destruktif, potensi membonsai harapan kolektif sebagai satu bangsa yang berdiri
untuk sebuah cita-cita.
Tapi di tengah pekat yang mengepung, selalu ada daya untuk bergerak
mencari dan memendar cahaya. Gumpalan awan pekat di langit kekuasaan, bukan
akhir sebuah perjalanan. Cita-cita yang menjadi nyata, meniupkan ruh baru ke
dalam rahim bangsa, agar bangkit sekali lagi. Seperti Bung Karno yang enggan
berkompromi jika sudah berbicara soal martabat bangsa. Itulah ilustrasi
generasi negeri ini yang melangkah maju menggapai asa.
Beberapa waktu lalu, relung jiwa kita dibuat riang gembira oleh
prestasi sepak bola Tim Nasional U-19 yang menjadi kampiun piala AFF U-19. Tak
lama berselang, mereka kembali menorehkan prestasi dengan membungkam Tim Korea
Selatan dalam babak kualifikasi Piala Asia U-19. Padahal, Korsel adalah
langganan juara nomer wahid Piala Asia U-19. Terbilang, 12 kali salah satu
kekuatan yang disegani di ranah sepak bola Asia itu menjadi jawara, namun kali
ini takluk oleh Tim Nasional Indonesia. Evan Dimas dan kawan-kawan, melepas
dahaga publik yang telah lama dicekam rindu prestasi sepak bola tanah air.
Selebrasi dan gemuruh euforia di dunia sepak bola yang menyedot
perhatian itu belum usai, kabar baik kembali datang. Kali ini dari dunia
sastra. Berurut sejuknya tiupan udara musim gugur (autumn) New York di
penghujung Oktober, datang kabar membanggakan. Andrea Hirata, novelis muda
Indonesia yang berkibar bersama karyanya Laskar Pelangi, meraih penghargaan di
ajang perbukuan internasional, New York Book Festival 2013. Laskar
Pelangi yang telah diterbitkan di lebih 30 negara di berbagai belahan dunia
seperti Eropa, Afrika, Amerika serta Asia dari 78 negara yang telah
menandatangani kontrak penerbitan, meraih juara satu dalam kategori General Fiction pada ajang bergengsi tersebut.
Tak mudah menembus festival buku di negeri Abang Sam yang dikenal
sangat ketat menyeleksi kualitas sebuah karya, sebagaimana tingginya selera
sastra di negeri itu. Apa lagi menjadi juara nomor wahid. Namun, The Rainbow
Troops (terjemahan : Laskar Pelangi) bisa membuktikan bahwa kualitas sastra
Indonesia layak diberi tempat di hati para penikmat dan bahkan kritikus sastra
dunia yang tentunya turut menjadi bagian dari Tim Juri.
The Rainbow Troops adalah
pesan global yang mengingtkan bahwa Indonesia yang memiliki tradisi intelektual
dan kesusastraan yang mengakar kuat ke relung bangsa. Bahwa pada abad 13 hingga
15 Masehi silam, Indonesia pernah melahirkan Sureq I La Galigo sebagai
karya sastra terpanjang di dunia. Tak hanya fenomenal, panjang epos Sureq I
La Galigo yang mengalahkan cerita Mahabarata dari India. Laskar
Pelangi, adalah gelombang baru dunia sastra Indonesia yang bisa jadi menginspirasi
lahirnya prestasi-prestasi internasional lain.
Selain tunas-tunas baru sepak bola dan berkibarnya sastra Indonesia
di panggung dunia, sektor ekonomi bangsa kita juga cukup membanggakan. Sejak
akhir tahun 2010 Indonesia memasuki fase transisi dari negara berkembang menuju
negara maju. Ini ditandai oleh pendapatan perkapita kita yang kini melampaui
3000 USD. Sebuah angka keramat yang berarti dengan pasti kita telah take
off dari negara berkembang menjadi emerging market.
Proses transisi ekonomi perlahan akan serempak diikuti oleh
sektor-sektor lain. Laksana sebuah mata rantai, pertumbuhan pendapatan
perkapita satu negara akan mengerek trend positif pada bidang kehidupan yang
lain. Ada harapan akselerasi perbaikan kualitas kesehatan, pendidikan, sosial
dan politik kita karena makin cerdasnya Pengalaman panjang melampuai berbagai
dinamika politik, sosial dan ekonomi telah menguatkan kita sehingga mampu terus
membangun prestasi.
Prestasi-prestasi anak negeri tersebut menandakan hebatnya kita,
anak cucu pejuang republik. Diskursus politik dan hukum yang sarat nestapa,
tidak berarti kiamat. Masih ada dan mungkin banyak di antara kita yang gagah
perkasa memegang panji-panji perjuangan mengharumkan nama bangsa dengan
prestasi, menginspirasi yang lain. Lewat panggung dunia yang besar dan megah,
mengabarkan salam kemenangan kepada sesama anak bangsa agar menguatkan.
Karena itu, Indonesia jangan stuck lalu terpasung oleh
masalah. Kita masih punya banyak nyawa. Yaitu bershaf-shaf generasi muda yang selalu
siap harumkan nama bangsa. Prestasi-prestasi yang mereka torehkan di panggung
dunia, adalah artikulasi janji setia pada Republik. Prestasi-prestasi itu menjawab
kebutuhan kita, kala hilang arah sebab miskin teladan dari mereka yang mestinya
memberi inspirasi kebaikan (uswah hasanah) melalui tampuk kekuasaan.
Bangsa yang besar, tumbuh dari optimisme, semangat, kerja keras dan
visi yang kuat. Paling tidak, masih ada mutiara di kepekatan lumpur. Ada
pahlawan di antara pencundang dan begundal. Kita generasi saat ini, bisa jadi
adalah gelombang ketiga Indonesia paska menyatu oleh Sumpah Pemuda, lalu
merdeka pada periode selanjutnya. Dan kini, kita mulai berkibar di belantara
dunia. Semoga!