Mata Air Pikiran Mengalir Membentuk Kenyataan

  • Opini Kompas | IMF dan Malapraktik Diplomasi

    Jusman Dalle | Opini Harian Kompas Pemerintah memastikan bakal memberikan bantuan pinjaman kepada Dana Moneter Internasional (IMF) sebesar 1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 9,4 triliun. Terkait komitmen Indonesia ini, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, IMF diharapkan tidak hanya menggunakan pinjaman ini untuk membantu negara-negara di Eropa, tetapi juga negara-negara di Asia dan Afrika.

  • Opini Republika | Urgensi Badan Haji

    Jusman Dalle - Opini Republika | Untuk mencapai tujuan pertama yaitu manfaat transformasi manajemen, Badan Haji yang nantinya bakal berfungsi sebagai eksekutor saja, merampingkan organisasi serta secara otomatis memotong rantai birokrasi bertingkat dan kompleks yang melibatkan banyak institusi. Badan Haji juga mengakhiri rezim monopoli kewenangan sebab Kemenag tinggal memegang satu fungsi, yaitu sebagai regulator sementara Komisi VIII DPR yang membawahi persoalan haji, berfungsi sebagai evaluator.

  • Profil Jusman Dalle

    Jusman juga menekuni digital marketing. Merancang dan membuat konten digital berupa tulisan (copywriter), visual dan audio visual untuk sejumlah perusahaan dan institusi skala nasional. Antara lain Partai Gerindra, Kedutaan Besar Jerman, Taksi Ekspress, Bank BTN, PLN, XL Axiata, Agung Podomoro Land, True Money, dll.

  • Rawan Pangan Negeri Pertanian

    Jusman Dalle - Opini Koran Tempo | Program revitalisasi sektor pertanian yang pernah dijanjikan sejak 2005 masih sebatas lip service. Infrastruktur irigasi rusak parah, jalanan di desa-desa basis pertanian pun belum memadai. Rencana pemerintah untuk membagikan tanah seluas 9,25 juta hektare juga baru sebatas “angin surga”.

13.11.13

Gelombang Ketiga Laskar Pelangi


Oleh : Jusman Dalle
***
Opini Koran Banjarmasin Post Edisi 29 Oktober 2013
Riuh gemuruh pejabat publik digiring ke pesakitan mengenalkan baju tahanan. Mereka tersandung berbagai skandal hukum, buah khianat menyelingkuhi amanah mengelola kepentingan rakyat. Rentetan aib politik dan hukum yang menimpa para pejabat publik, menguak sisi gelap jeroan kekuasaan.
Lakon para pengampu kuasa membuat tubuh republik bergetar hebat, bagai terserang meriang. Politik dinasti yang direcoki gurita korupsi, suap di benteng terakhir  penegak konstitusi, hingga gegap gempita si perempuan misterius Bunda Putri serupa noktah-noktah aktual tentang kemerdekaan. Rentetan kejadian tersebut adalah ancaman destruktif, potensi membonsai harapan kolektif sebagai satu bangsa yang berdiri untuk sebuah cita-cita.

Tapi di tengah pekat yang mengepung, selalu ada daya untuk bergerak mencari dan memendar cahaya. Gumpalan awan pekat di langit kekuasaan, bukan akhir sebuah perjalanan. Cita-cita yang menjadi nyata, meniupkan ruh baru ke dalam rahim bangsa, agar bangkit sekali lagi. Seperti Bung Karno yang enggan berkompromi jika sudah berbicara soal martabat bangsa. Itulah ilustrasi generasi negeri ini yang melangkah maju menggapai asa.
Beberapa waktu lalu, relung jiwa kita dibuat riang gembira oleh prestasi sepak bola Tim Nasional U-19 yang menjadi kampiun piala AFF U-19. Tak lama berselang, mereka kembali menorehkan prestasi dengan membungkam Tim Korea Selatan dalam babak kualifikasi Piala Asia U-19. Padahal, Korsel adalah langganan juara nomer wahid Piala Asia U-19. Terbilang, 12 kali salah satu kekuatan yang disegani di ranah sepak bola Asia itu menjadi jawara, namun kali ini takluk oleh Tim Nasional Indonesia. Evan Dimas dan kawan-kawan, melepas dahaga publik yang telah lama dicekam rindu prestasi sepak bola tanah air.
Selebrasi dan gemuruh euforia di dunia sepak bola yang menyedot perhatian itu belum usai, kabar baik kembali datang. Kali ini dari dunia sastra. Berurut sejuknya tiupan udara musim gugur (autumn) New York di penghujung Oktober, datang kabar membanggakan. Andrea Hirata, novelis muda Indonesia yang berkibar bersama karyanya Laskar Pelangi, meraih penghargaan di ajang perbukuan internasional, New York Book Festival 2013. Laskar Pelangi yang telah diterbitkan di lebih 30 negara di berbagai belahan dunia seperti Eropa, Afrika, Amerika serta Asia dari 78 negara yang telah menandatangani kontrak penerbitan, meraih juara satu dalam kategori General  Fiction pada ajang bergengsi tersebut.
Tak mudah menembus festival buku di negeri Abang Sam yang dikenal sangat ketat menyeleksi kualitas sebuah karya, sebagaimana tingginya selera sastra di negeri itu. Apa lagi menjadi juara nomor wahid. Namun, The Rainbow Troops (terjemahan : Laskar Pelangi) bisa membuktikan bahwa kualitas sastra Indonesia layak diberi tempat di hati para penikmat dan bahkan kritikus sastra dunia yang tentunya turut menjadi bagian dari Tim Juri.
The Rainbow Troops adalah pesan global yang mengingtkan bahwa Indonesia yang memiliki tradisi intelektual dan kesusastraan yang mengakar kuat ke relung bangsa. Bahwa pada abad 13 hingga 15 Masehi silam, Indonesia pernah melahirkan Sureq I La Galigo sebagai karya sastra terpanjang di dunia. Tak hanya fenomenal, panjang epos Sureq I La Galigo yang mengalahkan cerita Mahabarata dari India. Laskar Pelangi, adalah gelombang baru dunia sastra Indonesia yang bisa jadi menginspirasi lahirnya prestasi-prestasi internasional lain.
Selain tunas-tunas baru sepak bola dan berkibarnya sastra Indonesia di panggung dunia, sektor ekonomi bangsa kita juga cukup membanggakan. Sejak akhir tahun 2010 Indonesia memasuki fase transisi dari negara berkembang menuju negara maju. Ini ditandai oleh pendapatan perkapita kita yang kini melampaui 3000 USD. Sebuah angka keramat yang berarti dengan pasti kita telah take off dari negara berkembang menjadi emerging market.
Proses transisi ekonomi perlahan akan serempak diikuti oleh sektor-sektor lain. Laksana sebuah mata rantai, pertumbuhan pendapatan perkapita satu negara akan mengerek trend positif pada bidang kehidupan yang lain. Ada harapan akselerasi perbaikan kualitas kesehatan, pendidikan, sosial dan politik kita karena makin cerdasnya Pengalaman panjang melampuai berbagai dinamika politik, sosial dan ekonomi telah menguatkan kita sehingga mampu terus membangun prestasi.
Prestasi-prestasi anak negeri tersebut menandakan hebatnya kita, anak cucu pejuang republik. Diskursus politik dan hukum yang sarat nestapa, tidak berarti kiamat. Masih ada dan mungkin banyak di antara kita yang gagah perkasa memegang panji-panji perjuangan mengharumkan nama bangsa dengan prestasi, menginspirasi yang lain. Lewat panggung dunia yang besar dan megah, mengabarkan salam kemenangan kepada sesama anak bangsa agar menguatkan.
Karena itu, Indonesia jangan stuck lalu terpasung oleh masalah. Kita masih punya banyak nyawa. Yaitu bershaf-shaf generasi muda yang selalu siap harumkan nama bangsa. Prestasi-prestasi yang mereka torehkan di panggung dunia, adalah artikulasi janji setia pada Republik. Prestasi-prestasi itu menjawab kebutuhan kita, kala hilang arah sebab miskin teladan dari mereka yang mestinya memberi inspirasi kebaikan (uswah hasanah) melalui tampuk kekuasaan.
Bangsa yang besar, tumbuh dari optimisme, semangat, kerja keras dan visi yang kuat. Paling tidak, masih ada mutiara di kepekatan lumpur. Ada pahlawan di antara pencundang dan begundal. Kita generasi saat ini, bisa jadi adalah gelombang ketiga Indonesia paska menyatu oleh Sumpah Pemuda, lalu merdeka pada periode selanjutnya. Dan kini, kita mulai berkibar di belantara dunia. Semoga!