BPS telah menyalakan lampu kuning, agar pemerintah semakin waspada terhadap perdagangan internasional yang menyebabkan neraca perdagangan Indonesia defisit. Pinjaman USD 1 miliar kepada IMF diambil dari cadangan devisa yang tersimpan di Bank Indonesia di tengah tekanan defisit neraca perdagangan merupakan keputusan keliru, karena semakin menekan devisa ke posisi merah.
China merupakan negara mitra dagang utama Indonesia yang menyumbang defisit nonmigas terbesar, mencapai USD 3 miliar selama Januari hingga Mei 2012 atau meningkat dari USD 2,7 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya (yoy). Belanda, AS, Malaysia, Spanyol, Uni Emirat Arab, dan Bangladesh adalah negara lain yang turut mengalami tekanan besar terhadap neraca perdagangan kita.
Defisit tersebut menekan cadangan devisa. Sampai akhir Mei 2012, devisa kita turun sebesar USD 4,9 miliar menjadi US$ 111,5 miliar dari sebelumnya April yang tercatat USD 116,4 miliar. Stabilitas cadangan devisa yang menjadi alat perdagangan internasional, baik untuk kepentingan ekspor maupun impor harus dijaga di tengah fluktuasi ekonomi global.
Arus impor akan semakin deras untuk persiapan produksi jelang bulan suci Ramadhan. Ketidakpastian nilai tuakr rupiah karena berbagai variabel baik dalam maupun luar negeri menyebabkan importir enggan menggunakan rupiah, akhirnya kegiatan impor tidak menambah cadangan devisa.
Ekspor dan impor merupakan sektor utama yang berkontribusi cukup signifikan untuk PDB, sebesar 26 persen. Pemerintah menargetkan nilai ekspor dan impor atas PDB mencapai 35 persen hingga lima tahun kedepan. Jika proyeksi itu ingin dicapai, maka pemerintah harus cermat dalam mengambil kebijakan yang bersinggungan dengan cadangan devisa.
Terhambatnya ekspor dan impor akan mengoreksi pembangunan yang dampaknya tentu dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Di sisi lain, kitas masih dibebani pembayaran utang domestik dan valuta asing disertai bunga yang terus membengkak. Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan per Mei 2012, menunjukkan total utang pemerintah Indonesia mencapai Rp1.944,14 triliun. Atau naik Rp140,65 triliun dari posisi di akhir 2011 yang mencapai Rp1.803,49 triliun.
Volatilitas nilai tukar rupiah yang terus melemah hingga level Rp.9.500 per dollar dan bahkan diprediksi oleh Goldman Sachs bakal menembus angka psikologis Rp. 9.800 perdollar, sewaktu-waktu membutuhkan intervensi Bank Indonesia untuk menjaga likuiditas sehingga harus pula diantisipasi melalui cadangan devisa yang cukup. Jika rupiah dibiarkan melemah, beban pembayaran utang dalam bentuk valas semakin besar dan mengoreksi cadangan devisa.
Oleh karena itu, alasan bahwa bantuan kepada IMF yang diambil dari cadangan devisa tidak memengaruhi ekonomi nasional tidaklah bisa diterima.
Terakhir, IMF juga memiliki sejarah hitam dalam perjalanan bangsa Indonesia. Lembaga yang selalu didominasi oleh negara-negara Eropa itu pernah membebani Indonesia dengan utang sebesar USD 400 juta dengan bunga 10 persen. Utang itu memang telah dilunasi pada tahun 2006, namun tekanan IMF dalam mendrive liberalisasi kebijakan ekonomi Indonesia dampaknya terjadi hingga kini.