Pakar leadership John C. Maxwell di dalam The Maxwell Daily Reader : 2007, pernah mengatakan bahwa tim merupakan cerminan dari pemimpinnya. Pandangan Maxwell ini berarti bahwa idealitas harmonis suatu tim seharusnya dilahirkan oleh kekuatan leadership berintegritas. Dalam konteks pemerintahan Indonesia, Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II merupakan wajah integritas Presiden SBY.
Oleh karenanya, menjadi difahami jika wacana reshuffle (pengocokan ulang atau perombakan) kabinet kembali menyeruak di tengah berbagai sorotan publik jelang dua tahun pemerintahan SBY-Boediono dengan KIB Jilid II pada Oktober 2011 mendatang.
Berhembusnya wacana reshuffle kabinet yang datang langsung dari Istana, yaitu melalui Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Politik Daniel Sparingga ini, merupakan sinyalemen jika Presiden SBY semakin menyadari posisi tampilan kepemimpinannya di dalam pemerintahan yang tidak lagi mencerminkan harapan masyarakat yang dikonstruk dari janji-janjinya semasa kampenye dahulu. Apatah lagi Presiden SBY adalah tipe pemimpin yang menganggap sermin (pencitraan) sebagai parameter utama dalam kepemimpinannya.
Praktis, wacana reshuffle kabinet kali ini adalah yang ketiga selama masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II setelah dua kali sebelumnya hanya berakhir diwacanakan saja. Seperti kita ketahui, pada momentum satu tahun KIB II Oktober 2010 lalu, wacana serupa juga mengemuka, namun tak terealisasi. Begitu pula pasca gagalnya usulan panitia angket pajak yang bergulir di DPR Februari 2011 silam, wacana reshuffle kabinet juga kembali mengemuka saat itu, tapi hanya sebagai alat politik untuk menekan koalisi yang turut mendukung usulan hak angket mafia pajak yang di tolak Partai Demokrat.
Maka wajar jika wacana reshuffle ini ditanggapi dengan nada pesimisme oleh sebagian kalangan. Wacana tersebut hanya dilihat sebagai bagian dari politik pencitraan Presiden SBY. Apa lagi hasil survey yang dilansir Lingkar Survey Indonesia (LSI) pada Ahad (18/9) kemarin, memperlihatkan jika kepuasan rakyat pada pemerintah tinggal 37,7 persen. Angka yang sangat kritis dan menjadi alarm delegitimasi bagi Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat.
Menteri-menteri KIB Jilid II telah beberapa kali dievaluasi dan menurut Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) ada beberapa kementrian yang dinilai tidak progresif dengan parameter pencapaian program kerja dibawah target.
Pada evaluasi satu tahun pertama KIB Jilid II Oktober 2010 lalu misalnya, sebanyak lima menteri disebut-sebut menerima rapor merah. Yaitu Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, dan Menkominfo Tifatul Sembiring (www.okezone.com).
Pun dengan hasil evaluasi menteri pada Januari tahun 2011 ini, dimana UKP4 menemukan bahwa sekitar 10 persen dari 47 kementerian dan lembaga dibawah KIB Jilid II, berkinerja buruk alias nilainya merah. Akan tetapi, dari dua kali evaluasi tersebut Presiden SBY urung melakukan reshuffle disebabkan tersanderanya kekuasaan Presiden SBY atas berbagai problem, khususnya mega skandal Bank Century pada 2010 dan kasus mafia pajak pada 2011.
Salah satu hal yang menarik dalam wacana reshuffle kali ini, karena beberapa orang di ring satu Presiden SBY dikait-kaitkan dengan sejumlah kasus korupsi. Yaitu Menpora Andi Alfian Mallarangeng dengan sejumlah kasus korupsi di kementriannya yaitu korupsi pembangunan Wisma Atlet Sea Games dan korupsi pada proyek pembangunan pusat pelatihan atlet serbaguna di Hambalang, Bogor.
Loyalis SBY lainnya yang disangkutpautkan dengan korupsi yaitu Menakertrans, Muhaimin Iskandar yang juga Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa. Muhaimin telah berkali-kali melakukan klarifikasi, akan tetapi tertangkapnya pejabat di Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menjadi preseden buruk bagi ponakan mendiang Gus Dur tersebut.
Integritas yang selama ini menjadi salah satu alasan untuk reshuffle, bagi Alfian dan Muhaimin sudah tercoreng. Mengingat kasus korupsi di kedua kementrian tersebut, saat ini menjadi sorotan publik. Jika Presiden SBY tidak tegas dalam membersihkan pemerintahannya, maka tentu semakin menambah skeptisme publik yang secara sistemik akan merusak pencitraan Presiden SBY.
Beberapa menteri lainnya yang juga menjadi sorotan yaitu, Menteri Perhubungan yang tidak mampu mengurangi angka kecelakaan transportasi. Menteri perdagangan yang dengan alasan pasar bebas, menjadikan Indonesia sebagai surga pasar produk-produk asing. Bahkan apel, cabe, beras, dan garam semua di impor. Kesalahan Menteri Perdagangan ini berkorelasi positif dengan buruknya koordinasi dengan menteri terkait. Yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan dan Meteri Pertanian. Permasalahan di tubuh kementrian Ekonomi ini menjadi tanda jika di tubuh kabinet SBY, pola koordinasi antar kementrian sangat lemah.
Sementara Menteri Negara BUMN dan Menteri Kesehatan yang bermasalah pada kesehatan sehingga mengganggu kinerjanya di KIB Jilid II, juga dianggap layak digusur dari KIB Jilid II. Kondisi semakin berat ketika sejumlah tokoh dan pimpinan agama terus memberikan dorongan kepada Presiden SBY untuk bertindak tegas melawan korupsi. Dorongan ini jika digubris, maka semakin menurunkan citra pemerintah.
Selain itu, kedua menteri yang kementriannya terkontaminasi korupsi merupakan orang penting dan loyalis Presiden SBY. Muhaimin Iskandar dengan power politiknya di PKB dan Andi Mallarangeng dengan jasa-jasanya selama ini kepada Partai Demokrat dan Presiden SBY. Presiden SBY terjebak. Sudah terlanjur meracik komposisi kabinet berdasarkan power sharing, pembagian kue kekuasaan. Presiden SBY akhirnya tersandera dan dilema.
Pemimpin Transformatif
Menjadi pelajaran berharga, bahwa sedari awal kabinet memang harus dibagun berdasarkan basis integritas, profesionalisme dan kemauan untuk melayani rakyat atau zaken kabinet. Jika dari kalangan politikus, hanya menambah berat pertimbangan politik Presiden ketika diperhadapkan pada kondisi seperti ini. Terbukti bahwa fit and propert test yang dipopulerkan oleh Presiden SBY sebgai cara mencari menteri berkualitas, tidak ada gunanya sama sekali. Hanya menjadi formalitas yang sangat sarat dengan aroma pencitraan belaka.
Pertanyaannya, apakah wacana reshuffle ini juga akan berakhir pada sekedar wacana dan pengelolaan negara masih diberikan pada politikus karena mereka diback up kekuatan politik untuk mengamankan posisinya? Jika pun dilakukan resuhffle, apakah kabinet hasil reshuffle akan lebih baik? Semua masih tanda tanya selama Presiden SBY tidak pernah tegas dan mengubah gaya kepemimpinannya yang kemayu, ingin menyenangkan semua fihak, takut mengambil resiko dan terlalu banyak perhitungan sehingga terkesan lamban.
Oleh karenanya kita bisa mengidetifikasi akar masalah KIB Jilid II yang sesungguhnya ada padaleadership sang Big Boss. Berpuluh kali pun dilakukan reshuffle jika pemimpinnya bermasalah, maka tidak akan mampu mengurangi krisis yang terus melanda.
Indonesia penuh dinamika, butuh pemimpin transformatif yang berkarakter kuat, progresif, tegas danrisk taker (berani mengambil resiko) dan paling utama tentu mengedepankan kepentingan rakyat ketimbang kekuasaannya. Pemimpin yang memiliki orientasi untuk kepentingan generasi berikutnya, bukan untuk diri dan kelompok. Karakter itu sesungguhnya ada pada Pak JK (Jusuf Kalla) yang oleh Buya Syafii Maarif dikatakan sebagai The Real President. Namun kita harus menahan nafas hingga periode suram ini berlalu sembari berharap rahim bangsa segera melahirkan pemimpin yang di harapkan, JK-JK yang baru, The Real President.
KETERANGAN :
*Oleh : Jusman Dalle
Penulis adalah Analis Ekonomi Politik SERUM Institute
Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)