Oleh: Jusman Dalle
(*Calon Intelektual Muda Ekonomi Islam)
John Adam Smith adalah filusuf kelahiran Skotlandia yang menekuni bidang filsafat moral. Semboyan 'Leissez faire' atau 'kebebasan berbuat' yg digagas oleh Smith a/akar dari liberalisme yg awalnya lahir dari pemikiran ekonomi hingga menggurita ke sistem politik, dan budaya . Menurut Smith, biarkan rakyat mengatur ekonomi mereka karena ini akan membangun semangat kompetisi sehingga pada saatnya nanti akan tercipta kesejahteraan yg merata, ketika setiap anggota masyarakat berusaha survive dan mensejahterakan dirinya. Dari perspektif ekonomi hal ini jelas SALAH BESAR. Karena kenyataannya, kepemilikan modal, pendidikan dan SDM tdk merata, masih banyak entitas masyarakat miskin dan buta aksara dan low resources.
Akibatnya jika asas/semboyan ini digunakan maka mereka akan semakin tercekik dan menjadi object eksploitasi karena tidak mampu bersaing dengan pemilik-pemilik modal. Pada akhirnya disparitas sosial yg kontradiktif akan terjadi dan menjadi masalah negara. Negara akan menangnggung beban. Belum lagi efek lain misalnya kriminalitas, prostitusi, anarkisme dan penyakit sossial lainnya akibat kelompok masyarakat ini stress sehingga mengekspresikan 'kelaparan' mereka dengan cara-cara sesuai kemauan yg mereka anggap benar atau melalui pembenaran oleh kelompok mereka sendiri. Padahal jauh sebelum Smith lahir (1723 M), kepada Rasulullah SAW (6 M) telah ada perintah untuk berbagi kesejahteraan tentang Sedekah-2:267 berbunyi: ''Wahai org2 yg beriman infakkanlahsebagian dr hasil usahamu yg baik2 dan sebagian dari apa yg kami keluarkan dr bumi untukmu'' atau perintah Zakat-6: di 141 ''..berikanlah haknya (zakatnya) pd waktu memetik hasilnya, tapi janganlah berlebih-lebihan..'' dan 32 ayat lain didalam Al Qur'an yg berisi ttg kebersamaan, perintah berbagi. Pemahaman Smith jelas sangat keliru karena memandang kepuasan individualistik merupakan spirit yg akan membakar etos kerja masyarakat. Keadaan ideal yg dibayangkan Smith tentang masyarakat yg kompetitif menafikan faktor humanisme-sosiologis sehingga negara hanya berperan sebagai penonton. Bersambung....