
Bagai palu godam yang menghantam dari 8 penjuru. Pukulannya telak dan mematikan. Belum sempat bangkit, pukulan dari arah lain kembali mencabik. Mungkin seperti itu gambaran perasaan kita saat menghadapi satu
'masalah' atau bahkan lebih. Sering kita dengar bahwa hidup di dunia ini
ujian, sejak lahir hingga meninggal nanti rasanya tak pernah sepi dari
ketidak nyamanan, ujian atau juga bisa kita sebut crisis . Ada-ada saja yang membuat tidak nyaman sehingga kita menyebutnya
'masalah' atau halusnya disebut
ujian. Di tulisan singkat hasil kontemplasi ini, saya ingin berbagi.
Pertama saya ingin mengajak kita mengubah persepsi, jika semua yang tidak nyaman itu sebelumnya kita anggap masalah, maka itu merupakan persepsi keliru. Karena berbeda antara masalah dengan ujian. Masalah harus dihindari karena jika kita hadapi atau terima maka kita pun akan merasa tidak nyaman dan pasti terkena ekses negatifnya, sebabnya sejak awal mind set kita sudah mensetting di alam bawah sadar bahwa ketidak nyamanan adalah MASALAH. Akhirnya semua sesuatu tidak nyaman itu kita hindari. Sedangkan ujian pada hakikatnya hadir untuk DIHADAPI karena PRODUKTIF. Saat jelang sidang skripsi misalnya, kalau kita menganggap sidang skripsi itu sebagai masalah maka kita pasti menghindar, mencari-cari alasan agar tidak ikut ujian, tidak hadir dan sudah bisa dipastikan hasilnya TIDAK LULUS. Namun karena kita menganggap sidang skripsi adalah UJIAN, maka kita pun
mempersiapkan diri dalam menghadapinya. Menambah kapasitas diri (ilmu) dengan belajar. Kira-kira seperti itu gambaran yang membedakan masalah dengan ujian. Bisa dibedakan kan? Nah berangkat dari normalisasi persepsi tersebut, maka kita pastinya harus mempersiapkan diri menghadapi semua kondisi tidak nyaman yang mungkin terjadi. Karena yang membedakan sesuatu itu masalah atau bukan adalah CARA KITA MENYIKAPINYA. Bagi orang POSITIF, yang lapang hatinya, luas jiwanya dan baik sangkaannya maka bisa meraup mutiara hikmah dari setiap keadaan tidak nyaman yang dihadapinya bahkan menjadikannya semakin tumbuh bijak dan dewasa. Sedangkan bagi orang NEGATIF kondisi tidak nyaman dipersepsi sebagai masalah sehingga membuat hidupnya terasa lebih sempit menghimpit.
Kedua, bahwa kondisi tidak nyaman ('masalah') adalah waktu pembelajaran paling efektif, karena saat itu kita sedang berpraktek menghadapi kirisis, tidak sekedar berteori. Akhirnya ketika ada kondisi serupa di masa depan, kita lebih siap karena sudah terbiasa dan berpengalaman. Di dalam buku
MYELIN nya, Prof. Rhenald Kasali PhD. mengtakan bahwa lapisan Myelin orang yang sudah teruji lebih siap menghadap ujian-ujian berikutnya Saraf otot Myelin sudah mengenali keadaan sehingga mampu dengan cepat mengirim sinyal-sinyal nformasi ke otak dan feed backnya pun berlangsung cepat. Dari pengalaman ini juga kita akan tergerak menambah kapasitas diri, memperbaiki kualitas sehingga krisis pun jadi produktif dan kita pastinya menjadi lebih
KUAT. Mulai saat ini sesuatu yang menjadikan tidak nyaman (CSRISIS) tersebut harusnya kita pandang sebagai
UJIAN. Maka ajaib kan, saat orang lain, orang negatif menganggap crisis adalah bencana, kita menyambut crisis dengan senyum merekah sumringah dan bersenandung lirih, selamat datang crisis.Wallahu'alam
*Tulisan ini juga saya rangkai saat terkena crisis alias ada masalah. Dari pada bersedih mending nulis, keren kan? :)