Mata Air Pikiran Mengalir Membentuk Kenyataan

  • Opini Kompas | IMF dan Malapraktik Diplomasi

    Jusman Dalle | Opini Harian Kompas Pemerintah memastikan bakal memberikan bantuan pinjaman kepada Dana Moneter Internasional (IMF) sebesar 1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 9,4 triliun. Terkait komitmen Indonesia ini, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, IMF diharapkan tidak hanya menggunakan pinjaman ini untuk membantu negara-negara di Eropa, tetapi juga negara-negara di Asia dan Afrika.

  • Opini Republika | Urgensi Badan Haji

    Jusman Dalle - Opini Republika | Untuk mencapai tujuan pertama yaitu manfaat transformasi manajemen, Badan Haji yang nantinya bakal berfungsi sebagai eksekutor saja, merampingkan organisasi serta secara otomatis memotong rantai birokrasi bertingkat dan kompleks yang melibatkan banyak institusi. Badan Haji juga mengakhiri rezim monopoli kewenangan sebab Kemenag tinggal memegang satu fungsi, yaitu sebagai regulator sementara Komisi VIII DPR yang membawahi persoalan haji, berfungsi sebagai evaluator.

  • Profil Jusman Dalle

    Jusman juga menekuni digital marketing. Merancang dan membuat konten digital berupa tulisan (copywriter), visual dan audio visual untuk sejumlah perusahaan dan institusi skala nasional. Antara lain Partai Gerindra, Kedutaan Besar Jerman, Taksi Ekspress, Bank BTN, PLN, XL Axiata, Agung Podomoro Land, True Money, dll.

  • Rawan Pangan Negeri Pertanian

    Jusman Dalle - Opini Koran Tempo | Program revitalisasi sektor pertanian yang pernah dijanjikan sejak 2005 masih sebatas lip service. Infrastruktur irigasi rusak parah, jalanan di desa-desa basis pertanian pun belum memadai. Rencana pemerintah untuk membagikan tanah seluas 9,25 juta hektare juga baru sebatas “angin surga”.

12.12.19

Opini Republika | Mantra Pesta Belanja Harbolnas

 Ada yang berbeda pada penyelenggaraan Hari Belanja Online Nasional kali ini. Harbolnas digelar selama dua hari. Tanggal 11.12 dan 12.12. Pesta belanja daring pada tanggal 11 didedikasikan khusus bagi produk-produk dalam negeri. Pemerintah bersama Asosiasi Ecommerce Indonesia (IdEA) berharap mantra pesta belanja online dinikmati oleh pelaku usaha lokal. 

Harbolnas tahun 2018 sebetulnya menorehkan catatan optimistis bagi produk asli Indonesia. Menurut Nielsen, 46% produk yang terjual pada Harbolnas tahun lalu merupakan produk lokal. Hanya saja, penjualan selama sehari itu tidak cukup diandalkan sebagai representasi kekuatan produk asli buatan anak bangsa di jagat ekonomi digital.

Banyak data lain yang menunjukkan lemahnya daya saing produk lokal di pasar daring. Sepanjang tahun, 90% produk di etelase ecommerce adalah impor. Itu angka resmi dari Kementrian Perindustrian. Kemenko Perekonomian bahkan bilang cuma 7% produk lokal di yang ditawarkan di marketplace. Artinya, 97% impor. 

Pemerintah sudah melakukan berbagai upaya agar produk lokal naik kelas. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2019 Tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang dirilis belum lama ini, juga berpihak pada ekonomi lokal. Meski harus menunggu aturan turunan dan teknis dari Kementrian Perdagangan. Pasal 12 dalam beleid tersebut mewajibkan pelaku ekonomi digital mengutamakan produk asli Indonesia.

Pemerintah bahkan mewajibkan ruang promosi untuk produk-produk lokal di ecommerce asing yang beroperasi di Indonesia. Bukan cuma itu, pemerintah juga sudah menggandeng kerjasama dengan Alibaba untuk menjual produk Indonesia di Cina. 

Namun, yang listing di raksasa ecommerce asal Cina itu bukan produk usaha kecil dan menengah. Melainkan jenama yang sudah familiar. Bahkan di tingkat global. Produk dari konglomerasi bisnis di tanah air. Antara lain produk mi instan, kopi kemasan dan rumput laut olahan. Semuanya bermerek populer. Sementara produk usaha kecil dan menengah, sayup-sayup gaungnya.

Bukan perkara mudah memang mendorong produk lokal unjuk gigi. Terutama produk-produk usaha kecil dan menengah. Banyak standar yang harus dipenuhi. Mulai dari kualitas, hingga harga yang kompetitif.

Belum lagi produk impor kadung mendominasi platform ecommerce. Produk-produk itu sudah punya tempat sendiri di benak konsumen. Ini tantangan sekaligus jadi pekerjaan serius. Terutama bagi pemerintah yang ingin produk lokal jadi tuan rumah di negeri sendiri.

Soal harga produk impor yang sangat kompetitif, banyak faktor yang mempengaruhi. terutama produk dari Cina. Salah satunya karena industri logistik di negara tersebut sudah terintegrasi. Menjadi bagian dari ekosistem ekonomi digital.

Di luar ledakan ecommerce di Cina yang jadi sorotan dunia, industri logistiknya lebih mencengangkan. Jack Ma bahkan bilang,  membicarakan ecommerce di Cina adalah hal yang biasa saja. Tapi industri logistik merupakan keajaiban besar sesungguhnya selama beberapa dekade terakhir di Negeri Tirai Bambu.

Industri logistik laksana urat nadi. Mentransmisi produk-produk usaha kecil dan menengah dari pelosok Cina ke berbagai penjuru negeri. Bahkan ke panggung dunia. Industri logistik memuluskan ambisi ekonomi Cina. Hal itu ditopang pula oleh arsitektur ekonomi politik global yang dibangun pemerintahan Xi Jinping.

Produk-produk Cina membanjiri dunia. Termasuk Indonesia. Mengingat kedua negara memang punya kemitraan perdagangan yang dalam. Maka kita menyaksikan luapan impor di platform-platform jual beli digital tanah air kian sulit dibendung. Barang berlabel Cina sangat mudah dijumpai. Mulai dari produk tekstil seperti batik, mainan anak-anak hingga produk teknologi. Bahkan tak perlu dicari. 

Buah globalisasi ekonomi itu tentu saja punya konsekuensi. Neraca perdagangan terbebani. Impor menggerogoti devisa. Menekan nilai tukar rupiah. Potensi tekanan dari konsumsi yang ditopang ekonomi digital bakal lebih kuat lagi. Mengingat hasrat konsumsi masyarakat Indonesia yang amat tinggi. Terlihat dari data yang rutin dirilis. Bahwa konsumsi jadi tumpuan pertumbuhan ekonomi.

Tetapi di sisi lain, pemerintah tertolong juga oleh konsumsi rumah tangga yang tinggi. Di tengah terkulainya kontribusi infrastruktur dan invetasi memompa laju ekonomi. Konsumsi muncul sebagai dewa penyelamat. Saban tahun, konsumsi rumah tangga jadi andalan. Terutama pasca Indonesia resmi bergelar sebagai negara berpendapatan menengah.

Ke depan, tingkat konsumsi akan terus melambung. Dipacu oleh oleh profil pendapatan perkapita masyarakat Indonesia yang kian menanjak. Kini berada di angka Rp 56 juta pertahun. Indonesia bahkan secara resmi bertengger di kluster negara berpendapatan menengah ke atas. Berdasarkan kategorisasi yang dibuat oleh Bank Dunia.

Momentum Ekonomi
Artinya, peluang-peluang ekonomi berbasis konsumsi semakin menarik dieksplorasi. Termasuk ekonomi digital. Ecommerce. Belanja digital bahkan didaulat sebagai kontributor yang memicu angka konsumsi rumah tangga semakin tinggi dari tahun ke tahun. 

Momentum ini yang perlu dioptimalkan oleh pemerintah dengan membenahi semua sektor terkait agar potensi ekonomi digital tidak lari ke luar. Terutama di sektor logistik didorong agar semakin terkoneksi. Sehingga bisa menekan biaya yang berdampak ke daya saing.

Sektor produksi juga perlu distimulus. Ada banyak pekerjaan di sini. Antara lain, mendorong adopsi teknologi. Penguatan riset secara terpadu dan kolaboratif antara industri (swasta) dengan pemerintah serta pendampingan di sektor usaha kecil dan menengah. Dari hulu ke hilir.

Sigi dirilis Merchant Machine yang berbasis di Inggris menempatkan Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan ecommerce tercepat di dunia. Melampaui pasar-pasar jumbo. Seperti India dan Cina. Keduanya malah berada di posisi 9 dan 10. Padahal populasi pengguna dan potensi pasar di kedua negara tersebut jauh lebih besar dari Indonesia.

Menurut Nielsen, sebanyak 30% dari 90% pengguna aplikasi ecommerce berbelanja setidaknya sekali dalam sebulan. Konsumen online Indonesia menghabiskan rata-rata Rp3,19 juta pertahun. Royalitas spending di kanal-kanal digital ini tidak bisa dikatakan karena shifting semata. Konsumen online justru jadi konsumen aktif setelah teredukasi tentang benefit belanja daring. 

Namun kekuatan utama yang menarik konsumen baru ke platform belanja daring adalah karena terpapar aneka promo yang berkelindan. Penawaran-penawaran menggiurkan. Mengejar di notifikasi telepon genggam. Menelusup ke dalam cengkraman. 

Pertumbuhan industri disergahi kompetisi. Itulah karakter pasar yang sedang mekar. Tebar aneka promo jadi jurus maut untuk menjaga eksistensi. Sebanyak-banyaknya pelanggan diakuisisi. Cara cepat melesatkan valuasi. 

Jumlah pengguna aktif dan volume transaksi (gross marchandise value) merupakan daya tarik bagi investor-investor. Agar mereka membenamkan modal. Guyuran kapital jumbo yang kemudian digulir lagi ke pasar dalam bentuk aneka promo.

Mantra diskon, cashback, gratis ongkos kirim dan berbagai macam hadiah yang dijanjikan cukup ampuh mendulang perhatian konsumen. Saban tahun pesta belanja daring digelar. Berlangsung seperti sebuah acara reguler. 

Ada sederet alamanak belanja digital dalam setahun. Mulai dari promo tahun baru, promo Imlek, promo puasa dan Lebaran, promo 17 Agustus dan hingga puncaknya 12.12 yang jadi hajatan terakbar. 

Rentetan pesta belanja online itu semakin mempertajam tingkat konsumsi masyarakat. Jadilah pesta belanja online sebagai salah satu tumpuan yang diandalkan dalam menghela nafas ekonomi negeri. Pertanyaannya, apakah mantra promo pesta belanja juga dinikmati pelaku ekonomi di bawah?

*Terbit di kolom opini koran Republika edisi 12.12.2019