Mata Air Pikiran Mengalir Membentuk Kenyataan

  • Opini Kompas | IMF dan Malapraktik Diplomasi

    Jusman Dalle | Opini Harian Kompas Pemerintah memastikan bakal memberikan bantuan pinjaman kepada Dana Moneter Internasional (IMF) sebesar 1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 9,4 triliun. Terkait komitmen Indonesia ini, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, IMF diharapkan tidak hanya menggunakan pinjaman ini untuk membantu negara-negara di Eropa, tetapi juga negara-negara di Asia dan Afrika.

  • Opini Republika | Urgensi Badan Haji

    Jusman Dalle - Opini Republika | Untuk mencapai tujuan pertama yaitu manfaat transformasi manajemen, Badan Haji yang nantinya bakal berfungsi sebagai eksekutor saja, merampingkan organisasi serta secara otomatis memotong rantai birokrasi bertingkat dan kompleks yang melibatkan banyak institusi. Badan Haji juga mengakhiri rezim monopoli kewenangan sebab Kemenag tinggal memegang satu fungsi, yaitu sebagai regulator sementara Komisi VIII DPR yang membawahi persoalan haji, berfungsi sebagai evaluator.

  • Profil Jusman Dalle

    Jusman juga menekuni digital marketing. Merancang dan membuat konten digital berupa tulisan (copywriter), visual dan audio visual untuk sejumlah perusahaan dan institusi skala nasional. Antara lain Partai Gerindra, Kedutaan Besar Jerman, Taksi Ekspress, Bank BTN, PLN, XL Axiata, Agung Podomoro Land, True Money, dll.

  • Rawan Pangan Negeri Pertanian

    Jusman Dalle - Opini Koran Tempo | Program revitalisasi sektor pertanian yang pernah dijanjikan sejak 2005 masih sebatas lip service. Infrastruktur irigasi rusak parah, jalanan di desa-desa basis pertanian pun belum memadai. Rencana pemerintah untuk membagikan tanah seluas 9,25 juta hektare juga baru sebatas “angin surga”.

3.11.16

5 Brand yang Pernah Diterpa Badai Krisis



Dalam dunia bisnis, brand merupakan sesuatu yang suci dan sakral. Sebuah perusahaan bahkan rela menggelontorkan duit triliunan rupiah demi membangun dan merawat brand. Sebab nilai brand bisa jadi berpuluh-puluh kali lipat daripada aset perusahaan. 

Lantas apa jadinya jika brand ditimpa bencana? Kita lihat saja kasus global teranyar yang menimpa merek Samsung karena masalah pada perangkat Galaxy Note 7. Merek lokal di Indonesia pun tak lepas dari krisis, seperti Pizza Hut Indonesia yang menurut investigasi dua media nasional terlibat skandal bahan baku kadaluwarsa. Kedua brand ini harus menelan pil pahit karena masalah yang menyeret brand mereka.

Krisis brand, sebetulnya bukan hanya dialami oleh Samsung atau Pizza Hut Indonesia. Berikut ini sederet perusahaan yang pernah mengalami masalah yang sama, tapi nyatanya tetap bisa survive, eksis dan bahkan membukukan profit triliunan rupiah. 

Termasuk Apple yang kerap kali ditimpa masalah, mulai dari tuduhan menjiplak paten hingga produk yang cacat. Namun nyatanya prusahaan teknologi ini masih bisa menjadi kampiun The World's Most Valuable Brands dengan nilai brand nyaris menyamai APBN Indonesia, Rp 2.092 tiliun.

Pertama, Volkswagen
Di Indonesia, merek Volkswagen VW kalah pamor dengan mobil-mobil dari Jepang. Tapi di Eropa, VW adalah jawara. Bahkan secara global, VW kerap menyalip merek-merek Jepang seperti Toyota dan Honda.

Tahun 2015, raksasa otomotif dari Jerman ini mengalami masalah besar. Brand VW tercoreng oleh skandal emisi kendaraan diesel mereka. Dinas Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat menemukan jika piranti lunak di sejumlah kendaraan VW berbahan bakar diesel, bisa memanipulasi uji emisi.

Temuan tersebut sontak membuat saham VW rontok hingga 18%. Dampak paling besar tentu saja terhadap merek VW yang telah menjadi legenda otomotif dunia. Merek yang dibangun selama 79 tahun tersebut, tercoreng.
Tapi dengan kesigapan manajemen pusat VW menanggapi temuan tersebut, VW bisa lolos dari lubang jarum. VW menunjukkan reputasi mereka dengan memfasilitasi penyelidikan skandal emisi tersebut alih-alih menutup diri.

Sikap transparan ini sukses menyelamatkan VW. Terbukti, pendapatan perusahaan malah naik pada kuartal pertama tahun 2016. Meskipun secara total sepanjang tahun 2016, keuntungan yang dibukukan VW mengalami penurunan. Tapi sejauh ini, VW dilaporkan tidak merugi.

Kedua, Apple
Vendor smartphone asal Amerika Serikat ini juga pernah disergap masalah. Yakni iPhone 6 yang mereka luncurkan pada September 2014, mengalami bengkok. Bahkan smartphone bengkok tersebut menjadi serangan empuk para kompetitor Apple.

iPhone 6 yang bengkok ini tentu saja mencederai merek Apple. Namun perusahaan yang didirikan oleh mendiang Steve Jobs ini cepat melakukan tindakan. Mereka melakukan penggantian bagi pengguna yang iPhone 6 miliknya bengkok. Tak hanya itu, dalam produksi berikutnya iPhone mengaku melakukan perbaikan dan memastikan tak aka nada lagi kasus iPhone bengkok.

Apple berhasil menyelamatkan muka sebagai penjual produk premium. Setahun setelahnya, pendapatan bersih Apple malah naik menjadi Rp 151 triliun atau meningkat 28 persen dari tahun sebelumnya.

Ketiga, Samsung
Musibah meledaknya Galaxy Note 7 merupakan kasus teranyar dalam jagad brand global. Kerugian yang ditaksir mencapai Rp 70 triliun akibat Galaxy Note 7 yang akhirnya ditarik dari pasar, bukanlah sesuatu yang besar dibanding dampak yang pasti bakal sampai pada melorotnya brand value Samsung.

Perusahaan yang masuk tiga besar most valuable brands 2016 ini (versi Forbes urutan ke 11), diperkirakan menderita akumulasi kerugian hingga Rp 221 triliun akibat Galaxy Note 7. Kerugian dari biaya produksi, iklan, hingga distribusi Galaxy Note 7 serta termasuk juga diakibatkan oleh dampak menurunnya nilai brand Samsung.

Hingga Agustus tahun 2016, Samsung masih sempat membukukan pendapatan kotor sebesar Rp1.126 triliun (separuh nilai APBN Indonesia). Di kwartal terkahir, pendapatannya diperkirakan anjlok karena adanya kekosongan produk. Meskipun demikian, lini mobile hanya satu bagian dari bisnis Samsung.

Perusahaan yang bermula dari toko beras ini, masih punya sektor bisnis lain, seperti keuangan, produk rumah tangga, otomotif, perkapalan hingga konstruksi. Tapi memang lini mobile yang paling diandalkan.

Keempat, Agung Podomoro Land
Bukan hanya merek global, di Indonesia sejumlah merek besar juga pernah tersandung musibah. Salah satunya adalah Agung Podomoro Land, perusahaan pelopor industri real estate di Indonesia.

Masalah yang menimpa Agung Podomoro Land terjadi karena pesinggungan politik di DKI. Ariesman Widjaja yang waktu itu duduk sebagai pucuk pimpinan perusahaan terlibat kasus suap M. Sanusi, salah seorang politisi di DKI Jakarta terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang di daerah setempat.

Karena terjadi di Jakarta, kasus ini otomatis menjadi perhatian dan sorotan media nasional. Brand APLN pun didera implikasi. Namun sebagai raksasa property, APLN bertindak cepat. APLN memutus mata rantai masalah dengan melakukan pergantian direksi.

Cosmas Batubara, mantan Menteri Perumahan Rakyat diangkat sebagai Direktur Utama yang baru menghadapi kondisi sulit dimana perusahaan sedang cedera. Kepemimpinan yang efektif dan transparan, termasuk terbuka kepada publik karena memang APLN berstatus perusahaan terbuka, maka dalam waktu singkat APLN kembali memproleh kepercayaan.
Ini terbukti pada rebound saham APLN. Setelah mencapai titik terendah pada 19 Mei 2016, APLN bangkit mencatat rekor tertinggi pada 11 Agustus. Jelang akhir tahun 2016, APLN dilaporkan sukses membukukan pendapatan usaha sebesar Rp 4,41 triliun. Mengalami kenaikan pada periode yang sama tahun sebelumnya.

APLN berbeda dengan Samsung yang memiliki banyak lini bisnis. Sejauh ini, APLN fokus di properti sehingga agak mengkhawatirkan ketika brand mengalami krisis. Namun kepiawaian direksi baru, sukses membawa APLN melewati badai krisis.

Jika dicermati, sukses melampaui krisis tersebut juga berkat komunikasi APLN yang sangat kuat. Teurtama komunikasi kemasyarakatan dan komunikasi pemerintahan. APLN misalnya memblowup produk-produknya yang memiliki nilai ‘human interest’ untuk menjaga brand awarness. Seperti prestasi Central Park Mall (milik APLN) di Jakarta Barat sebagai perusahaan berwawasan lingkungan yang diganjar Green Era Award sehingga mengharumkan dan melambungkan nama Indonesia di tingkat internasional. Terlebih, isu lingkungan terutama di Jakarta, saat ini sedang panas-panasnya jadi perdebatan.

Perusahaan juga secara berkesinambungan mendukung program-program pemerintah. Seperti menyediakan apartemen murah Podomoro Golf View di bawah harga rata-rata untuk menyokong program satu juta rumah yang digalakkan oleh Presiden Jokowi.

Kelima, Pizza Hut Indonesia
Bagi anda para menyuka makanan dari Italia ini, mungkin kaget alang kepalang ketika membaca liputan majalah Tempo dan BBC bahwa Pizza Hut Indonesia menggunakan bahan kadaluarsa. Inilah awal mula krisis yang menghimpit Pizza Hut Indonesia. Investigasi Tempo dan BBC, langsung menerkam ke jantung Pizza Hut Indonesia.

Skandal bahan kadaluwarsa Pizza Hut Indonesia berhari-hari memancing perbincangan di media sosial. Bahkan menjadi trending topik. Pizza Hut Indonesia bergerak cepat, langsung membuat klarifikasi terkait sesuatu yang disebutnya fitnah tak berdasar tersebut.

Setelah itu, tak lagi terdengar kabar tentang kasus bahan kadaluwarsa Pizza Hut Indonesia. Yang tersimpan di benak konsumen hingga saat ini, seperti yang diungkap dua media nasional tersebut bahwa Pizza Hut berbahan kadaluwarsa. Nyaris tidak ada program yang kita ketahui untuk mengembalikan citra merek Pizza.

Penulis sempat berpikir, setelah masalah tersebut, Pizza Hut Indonesia mungkin akan melakukan recovery dengan program brand activation. Pizza Hut Indonesia misalnya mengadakan event makan pizza terbanyak atau terpanjang yang tercatat di Museum Rekor Indonesia atau bahkan rekor dunia.

Tapi hingga saat ini, belum ada program menonjol dari Pizza Hut Indonesi untuk memperbaiki merek mereka selain klarifikasi dan mengundang wartawan ke gudang penyimpanan bahan baku mereka. Padahal, isu bahan kadaluarsa ini sangat telak bagi sebuah merek makanan.

Saya menduga, Pizza Hut Indonesia masih mengandalkan kekuatan merek lamanya sebelum terkena masalah. Padahal, meskipun menjadi market leader dan top brand makanan cepat saji, isu bahan kadaluwarsa tersebut tetap saja melekat dibenak konsumen dan rentan memengaruhi keputusan pembelian.


 ***Tulisan ini masih akan berlanjut ke bagian kedua, tentang apa yang bisa kita pelajari dari brand-brand tersebu dan bagaimana meramu strategi melampaui badai krisis. Ditulis berdasarkan pengalaman pribadi saya terlibat menangani beberapa brand, termasuk dalam hal crisis management.