![]() |
Ozil kasihan lihat David Luiz yang diterjang sedih sembilu setelah kalah 7-1 (Foto ; Facebook BBC Indonesia) |
9.7.14
Brasil vs Jerman dan Pilpres One Man Show
Brasil akhirnya takluk di kandang
sendiri. Babak belur dihajar Jerman dengan skor telak 7-1, asa tuan rumah jadi
juara, kandas sudah. Mimpi buruk bagi Tim Samba, dua kali jadi tuan rumah (sebelumnya
tahun 1950) dan dua kali pula tak dapat gelar juara. Jerman yang sejak awal didaulat
jadi salah satu tim favorit, kini mengantongi tiket untuk berlaga di babak
final. Melihat organisasi yang tertata sempurna, asuhan Joachim Loew ini
digadang-gadang bakal mulus menjadi juara dunia untuk keempat kalinya.
Menilik laga Brasil vs Jerman,
salah satu rahasia Jerman bisa menang melawan Brasil karena kemampuan pemain
merata di semua lini. Secara organisasi, sistem di timnas Jerman sudah settle,
tidak bertumpu pada satu atau dua pilar saja.
Berbeda misalnya dengan Brasil yang
mengultuskan individu, utamanya sosok pemain muda yang tengah naik daun,
Neymar. Laiknya dewa, Neymar yang secara personal memang punya skill tangkas
mengolah si kulit bundar seolah jadi nyawa bagi tim Brasil. Padahal sepak bola
adalah kerja kolektif, bukan one man show.
Pelajaran implikasi organisasi
yang mengandalkan one man show, saya
kira kita bisa petik dari kekalahan Brasil. Manakala Neymar absen karena
cedera, maka Brasil kehilangan irama permainan. Brasil bermain sangat kacau.
Lain halnya dengan Jerman yg
bermain sangat rilex dan efektif karena organisasi di tim Jerman memang sangat
rapi. Musuh menapun mengakui kolektifitas Jerman sangat bagus. Sebagai
pendukung Jerman, kekaguman dan penghargaan besar saya pada Joachim Loew, sang
arsitek dan "bapak manajemen" di Lapangan Hijau.
Pencapaian Jerman hingga saat ini
dengan rata-rata berpunggawa pemain muda, tak lepas dari regenerasi yang
dilakukan di tubuh Der Panzer pasca Piala Dunia 2002 di Korea-Jepang. Ada
persiapan panjang selama 10 tahun untuk membangun tim tangguh, dimulai sejak
Loew jadi asisten pelatih tahun 2004. Ketika anak-anak asuhan Joachim Loew yang secara fisik masih kuat dan setiap
pemain telah memiliki pengalaman (konfidensi psikis) minimal sekali bermain di
Piala Dunia tahun 2010, kini mereka telah siap jadi juara pesta bola di Negeri
Samba.
Capres One Man Show
Menarik mencermati korelasi
Pilpres yang juga digelar hari ini (9/7) dengan dengan laga Brasil vs Jerman.
Saya melihat, Pasangan Jokowi-JK, khsusnya figur Jokowi sangat dikultuskan dan
dijadikan sebagai vote getter. Laiknya Neymar di Tim Brasil,
Jokowi dielu-elukan dan kerap kali one
man show. Gaya selebritas akibat kedekatan Jokowi dengan media (media darling) menjadi salah satu sebab
pengultusan ini. Akibatnya, Tim Jokowi-JK berjalan tidak efektif karena
mengandalkan satu sosok.
Ketika figur yang diandalkan ini
diterpa negatif campaign atau melakukan kesalahan seperti insiden kain ihram Jokowi
yang terbalik, komentar Jokowi memaklumi pendukung yang menyerbu TVOne, atau perform Jokowi yang terkesan tidak
deawasa dan tidak menunjukkan sikap seorang negarawan dalam beberapa kali
debat, semua akhirnya memengaruhi tim, dalam hal ini Jokowi-JK hingga struktur
di bawahnya secara general. Itulah resiko figuritas. Kesalahan satu orang
berakibat fatal pada tim secara keseluruhan.
Kita juga sangat jarang melihat
sinergi antar parpol pengusung Jokowi-JK yang bekerja secara terorganosir.
Implikasinya, dukungan beberapa partai ke pasangan ini tidak signifikan dan
menjadi tidak penting. Ini Nampak dari berbagai survei jelang pencoblosan yang
menunjukkan elektabilitas Jokowi-JK yang stagnan. Jokowi-JK malah mengandalkan
relawan yang di publik kerjanya Nampak serampangan.
Berbeda misalnya Tim
Prabowo-Hatta yang kelihatan sangat solid. Prabowo selalu didampingi para pimpinan
parpol di dalam setiap event. Di tataran grass
root, kader-kader parpol pendukung Prabowo-Hatta dikerahan untuk membentuk dan menjaga basis-basis
pendukung. Ini salah satu kunci mengapa elektabilitas Prabowo-Hatta bisa
meroket di masa-masa krusial jelang hari pencoblosan.
Saya melihat tim ini, bekerja kolektif seperti tim Jerman. Prabowo-Hatta
tidak seperti tim Brasil yang one man
show. Maka adalah wajar jika arah prediksi yang awalnya memenangkan Jokowi-JK kini berbalik arah
menjadi menjagokan Prabowo Hatta. Hasilnya, mari kita lihat pada hitung cepat siang
nanti.