Mata Air Pikiran Mengalir Membentuk Kenyataan

  • Opini Kompas | IMF dan Malapraktik Diplomasi

    Jusman Dalle | Opini Harian Kompas Pemerintah memastikan bakal memberikan bantuan pinjaman kepada Dana Moneter Internasional (IMF) sebesar 1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 9,4 triliun. Terkait komitmen Indonesia ini, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, IMF diharapkan tidak hanya menggunakan pinjaman ini untuk membantu negara-negara di Eropa, tetapi juga negara-negara di Asia dan Afrika.

  • Opini Republika | Urgensi Badan Haji

    Jusman Dalle - Opini Republika | Untuk mencapai tujuan pertama yaitu manfaat transformasi manajemen, Badan Haji yang nantinya bakal berfungsi sebagai eksekutor saja, merampingkan organisasi serta secara otomatis memotong rantai birokrasi bertingkat dan kompleks yang melibatkan banyak institusi. Badan Haji juga mengakhiri rezim monopoli kewenangan sebab Kemenag tinggal memegang satu fungsi, yaitu sebagai regulator sementara Komisi VIII DPR yang membawahi persoalan haji, berfungsi sebagai evaluator.

  • Profil Jusman Dalle

    Jusman juga menekuni digital marketing. Merancang dan membuat konten digital berupa tulisan (copywriter), visual dan audio visual untuk sejumlah perusahaan dan institusi skala nasional. Antara lain Partai Gerindra, Kedutaan Besar Jerman, Taksi Ekspress, Bank BTN, PLN, XL Axiata, Agung Podomoro Land, True Money, dll.

  • Rawan Pangan Negeri Pertanian

    Jusman Dalle - Opini Koran Tempo | Program revitalisasi sektor pertanian yang pernah dijanjikan sejak 2005 masih sebatas lip service. Infrastruktur irigasi rusak parah, jalanan di desa-desa basis pertanian pun belum memadai. Rencana pemerintah untuk membagikan tanah seluas 9,25 juta hektare juga baru sebatas “angin surga”.

9.7.14

Brasil vs Jerman dan Pilpres One Man Show

Ozil kasihan lihat David Luiz yang diterjang sedih sembilu setelah kalah 7-1 (Foto ; Facebook BBC Indonesia)
Brasil akhirnya takluk di kandang sendiri. Babak belur dihajar Jerman dengan skor telak 7-1, asa tuan rumah jadi juara, kandas sudah. Mimpi buruk bagi Tim Samba, dua kali jadi tuan rumah (sebelumnya tahun 1950) dan dua kali pula tak dapat gelar juara. Jerman yang sejak awal didaulat jadi salah satu tim favorit, kini mengantongi tiket untuk berlaga di babak final. Melihat organisasi yang tertata sempurna, asuhan Joachim Loew ini digadang-gadang bakal mulus menjadi juara dunia untuk keempat kalinya.

Menilik laga Brasil vs Jerman, salah satu rahasia Jerman bisa menang melawan Brasil karena kemampuan pemain merata di semua lini. Secara organisasi, sistem di timnas Jerman sudah settle, tidak bertumpu pada satu atau dua pilar saja.


Berbeda misalnya dengan Brasil yang mengultuskan individu, utamanya sosok pemain muda yang tengah naik daun, Neymar. Laiknya dewa, Neymar yang secara personal memang punya skill tangkas mengolah si kulit bundar seolah jadi nyawa bagi tim Brasil. Padahal sepak bola adalah kerja kolektif, bukan one man show.
Pelajaran implikasi organisasi yang mengandalkan one man show, saya kira kita bisa petik dari kekalahan Brasil. Manakala Neymar absen karena cedera, maka Brasil kehilangan irama permainan. Brasil bermain sangat kacau.

Lain halnya dengan Jerman yg bermain sangat rilex dan efektif karena organisasi di tim Jerman memang sangat rapi. Musuh menapun mengakui kolektifitas Jerman sangat bagus. Sebagai pendukung Jerman, kekaguman dan penghargaan besar saya pada Joachim Loew, sang arsitek dan "bapak manajemen" di Lapangan Hijau.

Pencapaian Jerman hingga saat ini dengan rata-rata berpunggawa pemain muda, tak lepas dari regenerasi yang dilakukan di tubuh Der Panzer pasca Piala Dunia 2002 di Korea-Jepang. Ada persiapan panjang selama 10 tahun untuk membangun tim tangguh, dimulai sejak Loew jadi asisten pelatih tahun 2004. Ketika anak-anak asuhan Joachim Loew yang secara fisik masih kuat dan setiap pemain telah memiliki pengalaman (konfidensi psikis) minimal sekali bermain di Piala Dunia tahun 2010, kini mereka telah siap jadi juara pesta bola di Negeri Samba.

Capres One Man Show
Menarik mencermati korelasi Pilpres yang juga digelar hari ini (9/7) dengan dengan laga Brasil vs Jerman. Saya melihat, Pasangan Jokowi-JK, khsusnya figur Jokowi sangat dikultuskan dan dijadikan sebagai vote getter. Laiknya Neymar di Tim Brasil, Jokowi dielu-elukan dan kerap kali one man show. Gaya selebritas akibat kedekatan Jokowi dengan media (media darling) menjadi salah satu sebab pengultusan ini. Akibatnya, Tim Jokowi-JK berjalan tidak efektif karena mengandalkan satu sosok.

Ketika figur yang diandalkan ini diterpa negatif campaign atau melakukan kesalahan seperti insiden kain ihram Jokowi yang terbalik, komentar Jokowi memaklumi pendukung yang menyerbu TVOne, atau perform Jokowi yang terkesan tidak deawasa dan tidak menunjukkan sikap seorang negarawan dalam beberapa kali debat, semua akhirnya memengaruhi tim, dalam hal ini Jokowi-JK hingga struktur di bawahnya secara general. Itulah resiko figuritas. Kesalahan satu orang berakibat fatal pada tim secara keseluruhan.

Kita juga sangat jarang melihat sinergi antar parpol pengusung Jokowi-JK yang bekerja secara terorganosir. Implikasinya, dukungan beberapa partai ke pasangan ini tidak signifikan dan menjadi tidak penting. Ini Nampak dari berbagai survei jelang pencoblosan yang menunjukkan elektabilitas Jokowi-JK yang stagnan. Jokowi-JK malah mengandalkan relawan yang di publik kerjanya Nampak serampangan.

Berbeda misalnya Tim Prabowo-Hatta yang kelihatan sangat solid. Prabowo selalu didampingi para pimpinan parpol di dalam setiap event. Di tataran grass root, kader-kader parpol pendukung Prabowo-Hatta dikerahan untuk membentuk dan menjaga basis-basis pendukung. Ini salah satu kunci mengapa elektabilitas Prabowo-Hatta bisa meroket di masa-masa krusial jelang hari pencoblosan. 

Saya melihat tim ini, bekerja kolektif seperti tim Jerman. Prabowo-Hatta tidak seperti tim Brasil yang one man show. Maka adalah wajar jika arah prediksi yang awalnya memenangkan Jokowi-JK kini berbalik arah menjadi menjagokan Prabowo Hatta. Hasilnya, mari kita lihat pada hitung cepat siang nanti.