24.1.13
Indonesia di Era Kebangkitan Cina
Dunia menuju gerbang
emas era Asia. Transformasi politik yang ditandai langkah demokratisasi
beberapa negara di Asia Barat serta munculnya Cina, India dan Indonesia sebagai
kekuatan baru ekonomi dunia, turut mengakselerasi kekuatan pengaruh Asia di
kancah global.
Di kutub lain, Eurozone dan Amerika Serikat (AS)
terus terdera krisis dan berefek domino hingga menyebabkan kawasan penyokong
utama ekonomi global tersebut menjadi keropos dari berbagai dimensi seperti
politik dan sosial.
Kishore Mahbubani, penulis buku The New Asian
Hemisphere: The Irresistable Shif of Global Power to The East dan Nouriel
Roubini, Guru Besar New York University Stern School of Business, memandang
realitas paradoks dua kutub (timur dan barat) menandai transisi kekuatan global
untuk menyesuaikan diri hingga nanti berhenti pada satu titik. Secara ekstrem
Mahbubani menyebut, berakhir dan hilangnya dominasi Barat serta Asia yang
muncul sebagai kekuatan baru.
Di awal 2013, prediksi dua tokoh tersebut semakin
terbukti. Di awal tahun ini, dalam bidang ekonomi, pemberitaan masih menyoroti
krisis utang di Zonaeuro dan jurang fiskal AS. Walaupun tumpukan utang beberapa
negara di Eurozone diselesaikan dengan talangan dari Komisi Uni Eropa, Bank
Sentral Eropa (ECB), dan Dana Moneter Internasional (IMF) atau dikenal dengan
Troika, namun krisis sosial politik terus menggerogoti soliditas dan
stabilitas kawasan tersebut.
Aturan Troika mewajibkan negara penerima dana
talangan mengambil langkah penghematan yang tidak dikehendaki rakyat sebaliknya
membuat rakyat murka, karena penghematan dengan memotong berbagai subsidi dan
jaminan sosial di tengah minimnya lapangan kerja tak jauh beda dengan lepas
tangan negara atas problem yang ada.
Di Amerika, pemerintahan Obama Jilid II diperhadapkan
pada jurang fiskal yaitu kondisi saat berakhirnya sejumlah undang-undang
pembebasan pajak dan peraturan pengeluaran negara lainnya di AS pada akhir
2012. Saat berbagai aturan itu berakhir, sebuah UU yang disepakati tahun lalu
untuk mengurangi defisit anggaran mensyaratkan akan terjadi pemotongan anggaran
dan kenaikan pajak otomatis.
Dengan UU tersebut diharapkan dalam 10 tahun ke
depan keuangan negara AS akan menghemat tujuh triliun dollar AS. Namun, dalam
setahun pertama, atau sejak Januari 2013, pemotongan otomatis itu akan langsung
menyedot dana dari perekonomian AS sebesar 700 miliar dollar AS. Aturan itu
memang bertujuan mengurangi defisit anggaran keuangan AS, yang sudah mencapai
7,4 persen dari produk domestik bruto (PDB) AS tersedot recovery ekonomi sejak
tahun 2008. Semestinya, toleransi defisit anggaran negara adalah 3 persen dari
PDB.
Di tengah resesi ekonomi Eurozone yang
merepresentasi Eropa serta juga krisis Amerika, optimisme justru terjadi pada
ekonomi Asia. Baru-baru ini, Chinese Academy of Sciences mengeluarkan prediksi
jika Cina bakal mengambil alih posisi Amerika sebagai ekonomi terbesar di dunia
dalam waktu enam tahun.
Berdasarkan hasil riset itu, Cina disebut-sebut
bakal menjadi negara paling penting pada tiga dekade ke depan. Perekonomiannya
akan lebih besar dibandingkan Amerika pada 2019, dan status internasional akan
melebihi Amerika pada 2049, bertepatan dengan peringatan satu abad berdirinya
Republik Rakyat Cina.
The Cina Effect bakal berdampak positif bagi
negara-negara Asia, utamanya negara yang selama ini menjadi mitra dagang
penting Negeri Tirai Bambu tersebut. Termasuk Indonesia. Merespons peluang
sekaligus tantangan itu, ada beberapa strategi yang perlu ditempuh.
Pertama, melemahnya ekonomi di Eurozone dan
AS menyebabkan India dan Cina akan mencari pasar baru bagi produknya yang
selama ini dipasarkan di kedua kawasan tersebut. Maka pemerintah harus
mendorong perbaikan daya saing produk lokal agar mampu berkompetisi dengan
barang-barang impor. Sebab konsekuensi perdagangan bebas, misalnya dengan Cina
melalui ACFTA (Asean China Free Trade Agreement) tidak bisa lagi ditepis
kecuali memperkuat kapasitas internal kita.
Kedua, peningkatakn kualitas SDM sehingga bisa
menghasilkan produk dengan standar kualitas yang menjangkau kebutuhan pasar,
termasuk pasar ASEAN yang besarnya hingga 600 juta jiwa. Peningkatan kualitas
SDM bisa dilakukan dengan pelatihan yang berbasis keterampilan dan penguatan
sektor pendidikan formal serta dukungan penguatan dari Dewan Penasihat Usaha
Kecil Menengah ASEAN yang telah dibentuk untuk mengawal UKM yang merupakan 99
pelaku sektor usaha di ASEAN.
Ketiga, mendorong pemerataan pertumbuhan ekonomi
berbasis kekuatan pada sektor ril. Berkaca pada krisis 1997/1998 dan 2008,
sektor ril lah yang menjadi sabuk pengaman ekonomi nasional. Peran strategis
sektor ril juga nampak dari data BPS tahun 2009 yang menunjukkan jika sektor
informal ini memberikan kontribusi sebesar 53 persen produk domestik bruto
Indonesia. Terdapat 51,26 juta unit UMKM, atau sekitar 99 persen dari seluruh
unit usaha yang menyerap tenaga kerja sekitar 90 juta jiwa atau 97,04 persen
dari total tenaga kerja Indonesia.
Peran Bank Indonesia sebagai bank sentral sangat
diperlukan untuk menstimulus akselerasi pertumbuhan sektor ril yang ditopang
oleh keberpihakan regulasi. Misalnya dengan penurunan suku bunga dengan tetap
memperhatikan standar usaha yang layak mendapat pinjaman untuk menghindari non
performaing loan (NPL). Serta pendampingan bagi UKM-UKM yang baru agar
bisa tumbuh dengan pengelolaan yang modern dan profesional.
Keempat, maraknya program pemerintah untuk
melahirkan pengusaha-pengusaha muda harus dioptimalkan. Bukan hanya dalam
bentuk bantuan modal, tapi juga pembekalan ilmu dan wawasan bisnis. Juga
diperlukan sinergi antarlembaga, misalnya sinergi Departemen Tenaga Kerja
dan Transmigrasi dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan serta Departemen
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk membuat semacam komunitas atau wadah
terpadu (inkubator) bisnis dengan pendampingan hingga mandiri.
Dengan langkah-langkah itu, kita optimis Indonesia
memiliki positioning penting di Era Asia. Bukan tidak mungkin prediksi berbagai
lembaga internasional bahwa Indonesia bakal menjadi salah satu super power
ekonomi dunia, terwujud lebih cepat. Indonesia muncul sebagai The New Giant In
Asia, berdampingan dengan China dan India. Kita memiliki modalitas kuat dalam
hal SDM dan SDA. Kita harus optimis! (*)
*Diterbitkan pada kolom opini Koran Banjarmasin Post edisi Rabu (23-01-2013)