|
Capture image / mediaindonesia |
Konsep utamanya memang hamburger,
tapi pengembangan rupa dan rasa produknya telah melengkapi kekayaan kreativitas
kuliner Bandung. Berjualan hamburger di kampus ternyata bukan perkara mudah.
Anak-anak kampus kebanyakan memilih makanan berat seperti nasi."
HAMBURGER lazimnya identik dengan roti bulat sebagai salah satu komponen utama. Putih di dalam, cokelat muda
atau kekuningan di luarnya. Lalu bagaimana jika roti hamburger itu hitam? Itu
tentu mengejutkan dan baru. Di Bandung, mahasiswa Universitas Padjadjaran
(Unpad), Rinanda Halfi Muhamad, 23, berbisnis hamburger dengan warna hitam pada
roti sebagai penanda utama produknya. Mereknya, Black Burger.
Ide membuat hamburger hitam
muncul karena tekadnya bersaing dengan merek-merek asing yang meraksasa. “Tanpa
sentuhan kreativitas, rasanya sulit bersaing. Kreativitas jadi nilai lebih.
Hamburger hitam itu khas Indonesia,“ kata Halfi.
Halfi memilih hitam karena
menyukai warna gelap itu. “Hitam itu keren dan jika dipadukan dengan warna
sayuran, mayones, daging, dan saus akan menghasilkan warna yang indah. Selain
itu, dagingnya bercita rasa khas Indonesia, yaitu memakai daun jeruk dan cabai
rawit,“ ujar Halfi.
Hitam pada roti dan resep daging
isian dihasilkan dari eksperimen berkali-kali. Selama dua bulan ia bereksperimen
untuk menemukan formula warna dan rasa.
Awalnya Halfi mencampurkan merang
sebagai pewarna, tetapi efek pada rasa dirasa kurang pas di lidah. Tinta cumi
kemudian jadi sasaran berikutnya, tapi roti kemudian terasa anyir.
Cita rasa Indonesia Sari ketan hitam kemudian dipilih karena warna yang
dihasilkan bagus sekaligus enak. Rasa
isian daging yang ditawarkan, manis, pedas, dan orisinal. Rasa pedas dihasilkan
cabai rawit. “Ini yang membuat hamburger saya benarbenar khas Indonesia,“
tegasnya.
Bisnis yang dirintis pada 2010
itu telah memiliki 2 gerai, salah satunya di Jalan Dipati Ukur, Bandung. Ada 28
varian menu hamburger yang ditawarkan mulai Rp5.000 hingga Rp22 ribu.
Omzetnya Rp20 juta-Rp60 juta per bulan. Black Burger buka mulai pukul 18.00
hingga 02.00 WIB.
“Saat ini masyarakat
mengapresiasi kreasi saya,“ ujarnya. Sejak kecil, Halfi telah gemar berjualan.
Saat SMP, dia berjualan pensil dan pulpen di kelas. Di bangku SMA, dia
berdagang pulsa untuk menambah uang jajan.
Memasuki Unpad, fokus Halfi
adalah kuliah. Ia dipercaya jadi ketua acara perkumpulan Himpunan Mahasiswa
se-Bandung. “Tapi tiba-tiba saya dapat musibah kecelakaan mobil. Selain
kendaraan orangtua hancur, ba rang-barang di mobil pun habis diambil massa. Dari
situ saya merasa dituntut mempunyai kreativitas lebih untuk mendapatkan
penghasilan lebih,” ujarnya.
Berjualan hamburger di kampus
ternyata bukan perkara mudah. Anak-anak kampus kebanyakan memilih makanan berat
seperti nasi. Black Burger dicibir, terutama oleh pedagang sekitar. “Mereka
bilang menjual camilan dekat kampus kurang laku,“ kata Halfi.
Di hari pertama, Black Burger
hanya membukukan penjualan Rp300 ribu atau laku 30 roti. Halfi tak putus asa.
Dia mempromosikan Black Burger via daring dan media sosial. Kerja kerasnya tak
sia-sia, hamburgernya kemudian laris 50 sampai 80 porsi. Permintaan bertambah
dua kali lipat di malam Sabtu dan malam Minggu, kini puluhan karyawan diserap
Black Burger. (*/M-1) Sumber: Koran
Media Indonesia (22/12/2012)