Mata Air Pikiran Mengalir Membentuk Kenyataan

  • Opini Kompas | IMF dan Malapraktik Diplomasi

    Jusman Dalle | Opini Harian Kompas Pemerintah memastikan bakal memberikan bantuan pinjaman kepada Dana Moneter Internasional (IMF) sebesar 1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 9,4 triliun. Terkait komitmen Indonesia ini, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, IMF diharapkan tidak hanya menggunakan pinjaman ini untuk membantu negara-negara di Eropa, tetapi juga negara-negara di Asia dan Afrika.

  • Opini Republika | Urgensi Badan Haji

    Jusman Dalle - Opini Republika | Untuk mencapai tujuan pertama yaitu manfaat transformasi manajemen, Badan Haji yang nantinya bakal berfungsi sebagai eksekutor saja, merampingkan organisasi serta secara otomatis memotong rantai birokrasi bertingkat dan kompleks yang melibatkan banyak institusi. Badan Haji juga mengakhiri rezim monopoli kewenangan sebab Kemenag tinggal memegang satu fungsi, yaitu sebagai regulator sementara Komisi VIII DPR yang membawahi persoalan haji, berfungsi sebagai evaluator.

  • Profil Jusman Dalle

    Jusman juga menekuni digital marketing. Merancang dan membuat konten digital berupa tulisan (copywriter), visual dan audio visual untuk sejumlah perusahaan dan institusi skala nasional. Antara lain Partai Gerindra, Kedutaan Besar Jerman, Taksi Ekspress, Bank BTN, PLN, XL Axiata, Agung Podomoro Land, True Money, dll.

  • Rawan Pangan Negeri Pertanian

    Jusman Dalle - Opini Koran Tempo | Program revitalisasi sektor pertanian yang pernah dijanjikan sejak 2005 masih sebatas lip service. Infrastruktur irigasi rusak parah, jalanan di desa-desa basis pertanian pun belum memadai. Rencana pemerintah untuk membagikan tanah seluas 9,25 juta hektare juga baru sebatas “angin surga”.

6.5.12

Jejak Orang Bugis di Singapura (2)

Dari sekian banyak etnis yang membentuk orang Melayu Singapura, Bugis dianggap paling besar pengaruhnya. Wajarlah jika pemerintah Negara Pulau itu mengabadikan etnis Bugis sebagai nama distrik penting di Negeri Jiran itu.

Bukan hanya nama Bugis, kawasan lain yang juga diambil dari Bugis adalah Sengkang. Di Singapura terdapat distrik Sengkang. Nama distrik itu diambil dari nama kota di Sulsel, ibu kota Kabupaten Wajo yang merupakan salah satu daerah asal perantau-perantau Bugis di Tanah Melayu.

Saat ini, kawasan Sengkang sudah menjadi bagian dari modernisasi Singapura. Di kawasan Sengkang, berdiri Markas Besar Kepolisian Singapura, kantor-kantor pemerintahan, sekolah, hingga kawasan bisnis dan pusat perbelanjaan.
Bugis dan Sengkang menjadi landmark, bukti kejayaan orang-orang Bugis di Negeri Jiran, Singapura. Kejayaan saudagar Bugis asal Kabupaten Wajo itu, terus berlanjut hingga turunan mereka saat ini.
Sayangnya di pemerintahan Singapura, pejabatnya didominasi etnis China. Sangat jarang keturunan Melayu dan Bugis memegang jabatan penting. “Mungkin ada ketakutan terjadi pemberontakan etnis Melayu dan Bugis. Mungkin itulah sehingga tidak diberi peluang memegang jabatan penting,“ kata Andi Umar Yahya Andi Maggah.
Ketakutan pemerintah Singapura itu, juga terbukti dengan dipindahkannya kilang gas terbesar di Singapura yang berada di kawasan Bugis Village. “Setelah tragedi WTC, kilang itu dijaga ketat tentara khusus. Kalau kilang itu meledak Singapura bisa habis. Makanya dipindahkan karena dekat dari perkampungan Bugis dan Melayu karena dianggap tidak aman,” kata pengusaha Singapura keturunan Bugis Wajo ini, saat mengantar saya dan dua rekan dari Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Sulsel mengunjungi beberapa lokasi yang berkaitan dengan etnis Bugis di Singapura, Senin lalu.
Tak bisa dinafikan, pengaruh etnis Bugis, khususnya dari Kabupaten Wajo memang cukup kuat. Khususnya di sektor perniagaan saat perdagangan masih menggunakan kapal kayu. Namun saat ini, sektor niaga sejak beralihnya kapal kayu ke kapal-kapal besi seiring dengan berkembangnya Singapura, sektor ekonomi dikendalikan pengusaha keturunan China. Itu juga terjadi di bidang politik dan pemerintahan.
Namun demikian, sebagian keturunan saudagar Bugis tetap eksis di sektor perniagaan dan jasa. Selama saya berada di Singapura dan Johor, Malaysia, secara kebetulan bertemu dengan tiga pengusaha keturunan Bugis. Menariknya karena ketiganya leluhurnya berasal dari daerah yang sama, yakni, Kabupaten Wajo.
Saudagar keturunan Bugis ini, sangat bangga dengan etniknya. Kendati lahir dan besar di Singapura dan Malaysia, mereka mengaku, sangat cinta dan menjunjung tinggi adat istiadat dan tradisi Bugis.
Di Singapura dan Johor, keturunan Bugis sangat dihormati sebagai keturunan bangsawan. Apalagi dalam sejarah Melayu, 9 dari 13 kerajaan dan kesultanan di Malaysia adalah keturunan raja-raja Bugis, termasuk kerajaan terbesarnya, Selangor, hingga Yang Dipertuan Agung (Raja Malaysia), yang dijabat secara bergantian oleh raja-raja dari negara bagian di Malaysia. Kejayaan Bugis yang berbaur sebagai orang Melayu itu pun, berpengaruh sampai ke Singapura.
Perkembangan Singapura yang tidak lepas dari pengaruh saudagar Bugis sehingga Negara Kepulauan itu, tetap mengenang jasa-jasa saudagar Bugis. Antara lain dengan tetap menggunakan gambar perahu Pinisi pada mata uang kertasnya.
Tak hanya itu, beberapa hotel menggunakan nama “Bugis”. Salah satunya, Santa Grand Hotel Bugis. Karena penasaran, saya bersama Andi Umar masuk ke hotel tersebut karena menyangka pemiliknya adalah orang keturunan Bugis. Ternyata saya salah kaprah.
Dari keterangan pegawai di hotel tersebut, diperoleh gambaran jika hotel itu tidak ada kaitan dengan pengusaha Bugis. Pemiliknya adalah pengusaha keturunan China.
Kendati diyakini banyak warga Singapura keturunan Bugis, Andi Umar mengaku, tak mengetahui persis keberadaan mereka. Beda dengan keturunan Bugis di Johor, sampai saat ini mereka tetap menjalin hubungan melalui persaudaraan yang dibentuknya.
Kalau di Singapura, Umar mengaku tidak tahu persis apakah ada kerukunan Bugis Singapura atau tidak. Yang ia tahu, di Singapura banyak pengusaha keturunan Bugis.
Salah satunya, Ahmad Daing. Ahmad yang juga keturunan Bugis Wajo, memiliki dua travel di Singapura dan Johor Bahru, Malaysia. Di usia senjanya, Ahmad Daing masih bersemangat menjalankan bisnis yang selama ini digelutinya. Ia malah membuat program wisata “Ayo Pulang Kampung”.
Program ini digagas dengan target warga keturunan Bugis di Singapura dan Johor, Malaysia. Dengan memanfaatkan peluang bisnis, terbukanya penerbangan langsung Singapura-Makassar. (*/bs)
Laporan: Arsyad Hakim, Singapura | Sumber : Fajar.co.id