Catatan Menuju Pilgub-Wagub Sulsel (Part 1)
***
Tulisan ini merupakan seri perdana analisis saya mengenai pemilihan kepala daerah (Gubernur-Wakil Gubernur) di Sulawesi Selatan. Pilkada yang akan digelar 22 Januari 2013, namun sejak awal tahun 2010 telah menjadi bahan pembicaraan, termasuk adanya kandidat yang mulai menyosialisasikan diri.
Kita ketahui, Sulsel yang memegang peranan cukup penting bagi Indonesia. Bukan karena Gubernurnya saat ini Syahrul Yasin Limpo menjadi Komandan Gubernur se Indonesia (Ketua Asosiasi Gubernur se Indonesia), tapi karena memang provinsi ini terintegrasi dengan aspek kesejarahan nusantara. Gerbang Indonesia Timur dan provinsi yang menasbihkan diri sebagai pilar utama Indonesia dengan segala potensinya. Termasuk juga potensi geografis yang tepat di tengah-tengah (lihat peta). Jadi setiap dinamika di Sulsel, bisa dipastikan memengaruhi peta politik dan ekonomi nasional.
***
Genderang pemilihan gubernur (Pilgub) Sulawesi Selatan semakin bertalu-talu. Pada Jum’at (10/2) kemarin, pasangan Ilham Arief Sirajudin dan Azis Kahar Muzakkar secara resmi memproklamirkan diri untuk ikut bertarung dalam pesta demokrasi rakyat Sulsel 2013 mendatang.
Deklarasi secara dini ini tentu sangat menguntungkan. Ada interval waktu cukup panjang untuk menyosialisasikan pasangan yang mempopulerkan panggilan IA (Ilham-Azis) ini kepada masyarakat. Karena berdasarkan ketetapan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), Pilgub periode 2013-2018 akan digelar pada 22 Januari 2013 mendatang. Artinya, jika tak ada aral melintang, pesta Pilgub Sulsel memang tak genap lagi setahun. Tinggal menghitung bulan.
Deklarasi IA menjawab gonjang ganjing yang sempat mencuat jika Azis tidak maju dalam Pilkada kali ini. Karena kita ketahui, Azis gagal pada Pilkada 2008 lalu. Dalam orasi yang disampaikan saat deklarasi, senator yang mampu meraup suara signifikan pada pemilu 2009 sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah ini, menerima pinangan Ilham karena merasa cocok dengan visi-misi Ketua DPD Demorkat Sulsel tersebut.
Pasangan Emosional
Bagi penulis, deklarasi IA yang dilakukan lebih awal dibanding calon yang lain, tentu patut diapresiasi karena memperkaya preferensi masyarakat untuk mendalami visi misi mereka. Dalam orasi saat deklarasi kemarin, ada dua hal sangat seksi yang disampaikan IA dan sepengamatan penulis, merupakan jualan utama pasangan calon ini.
Pertama adalah menciptakan kehidupan masyarakat Sulsel yang religius. Pada poin ini, selain mensinergikan branding Ustadz pada sososk Azis yang dikenal sebagai aktifis Islam, pasangan ini juga mencoba menyentuh sisi emosional masyarakat.
Selain itu, masyarakat Sulsel diasosiasikan sebagai masyarakaty religius dan taat beragama. Jika Aceh dijuluki Serambi Mekah, maka Sulsel disebut-sebut sebagai Serambi Madinah. Dari kurang lebih 8,03 juta penduduknya, 87,88% merupakan umat Islam yang tersebar dominan di 22 kabupaten (kecuali Toraja yang mayoritasnya adalah umat Kristen).
Upaya branding pasangan religius ini diperkuat oleh deklarasi yang dilakukan di Masjid setelah shalat Jum’at. Jauh dari kesan mewah deklarasi di hotel yang lazimnya dilakukan oleh kandidat Cagub-Cawagub.
Walaupun belum pasti masyarakat Sulsel merindukan pemimpin religius, namun putusan ini cukup rasional mengingat brand religius tersebut dibackup oleh trackrecord Azis yang terbilang bersih dan termasuk tokoh yang sederhana. Begitu pandangan masyarakat.
Jika mengacu pada tesis John L. Esposito di dalam bukunya Religion and Blogal Affair (1998) bahwa kini kebangkitan keagamaan menjadi trend baru yang menembus semua dimensi dalam tatanan kehidupan masyarakat, maka apa yang dilakukan pasangan IA dalam konteks pilgub, sesunggunnya merupakan upaya gerakan praksis dan modernis dalam mensinergikan nilai politik dan moral keagamaan yang selama ini hilang dari ruang politik kita.
Artinya ada nilai baru yang coba dihadirkan di tengah akumulasi emosi masyarakat yang menyaksikan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme dengan bermuara pada kegagalan struktur politik nasional dan lokal. Ini yang penulis sebut sebagai sisi emosional.
Selain pada branding keagamaan, dari sisi geopolitik, pasangan IA juga secara simultan telah mengakomodasi entitas utama dalam peta politik di Sulsel. Selain Kota Makassar, jumlah suara yang cukup signifikan pengaruhnya dalams setiap pesta demorkasi di Sulsel adalah Kabupaten Bone dan Luwu Raya. Pasangan IA merepresentasikan daerah lumbung suara ini.
Walaupun kelahiran Makassar, namun Ilham yang berdarah Bugis Bone cukup diuntungkan. Demikian pula dengan Azis yang memiliki pendukung fanatik dari kalangan keluarga kahar Muzakkar, ayahnya di daerah Luwu Raya. Termasuk juga jaringan ormas Islam. Kabupaten Gowa yang juga cukup diperhitungkan, bisa pula “dimasuki” oleh Ilham. Maklum, H.M Arief Sirajudn ayahnya merupakan Bupati dua periode di lumbung suara Syahrul Yasin Limpo tersebut.
Praktis, semua sisi-sisi emosional mulai dari kesukuan hingga keagamaan telah direngkuh oleh pasangan IA. Padahal berbagai riset mengungkapkan jika partisipasi politik masyarakat kita lebih didominasi oleh motivasi yang lahir secara emosional. (Bersambung)
>>> Sore Pasca Deklarasi IA di Kota Anging Mammiri, Jum'at (10/2)<<<