Lelaki Dewasa
***
Lelaki Dewasa. Frase ini saya temukan saat menanti waktu Isya di tengah hawa dingin yang menusuk-nusuk. Di Kota Daeng, Makassar. sebelumnya, dua atau tiga tahun silam (persisnya sy lupa, hehehe) di www.jusman-dalle.blogspot.com saya sudah pernah menulis artikel dengan judul “Dewasa”. Nah, salah satu kata yang terintegrasi dengan definisi dewasa, menurut saya adalah bijaksana.
Di dalam “Tulisan Jeda” yang superrrr singkat ini, saya ingin mengontekstualisasikan dewasa dengan soal JODOH. Saya bukan ahli ataupun konsultan nikah loh, karena saya juga masih single (tidak promosi). Oke, kita to the point alias ke pokok pembicaraan.
Setelah melalui kontemplasi ringan, akhirnya saya tiba pada satu titik konklusi, setidaknya itu bagi sudut pandang subjektif mewakili kaum saya. Lelaki.
Pada akhirnya, kita akan sampai pada awarness alias kesadaran bahwa memilih jodoh (jika takdir memperkenankan memilih) adalah soal yang sangat serius, dunia-akhirat. Sebabnya, (bagi kaum lelaki, khususnya saya) perempuan pilihan dan dipilihkan Sang Pencipta tersebut merupakan gerbang masa depan.
Tentang rumah tangga yang darinya akan lahir generasi (anak, cucu, cicit, anak cicit, cucu anak cicit dan seterusnya), ia adalah gerbang masa depan yang akan menentukan “bobot bumi” ini. Tahu kan, kalau kualitas bumi, kualitas kehidupan ditentukan oleh kualitas manusia dan mahluk yang hinggap di atasnya?
Nah, maksud saya, sebagai lelaki dewasa kita akan berfikir bahwa ternyata memilih pendamping berarti menentukan masa depan bumi. Hehehehe. Sederhana tapi kompleks akhirnya. Barangkali ilustrasi dari eyang Arnold Toynbee tentang perubahan biosfir (lapisan kehidupan di bumi) karena keberadaan manusia, bisa kita renungkan.
Sang penulis buku Mankind and Mother Earth diterjemahkan Sejarah Umat Manusia (1976) mengatakan bahwa, sejak tahun 1970-an bisosfir kita sudah terancam banjir, polusi dan puncaknya mungkin bumi tidak akan lagi bisa dihuni. Itu karena ulah manusia. Lihatlah sekarang, kita sering merasa kegerahan itu karena efek gas rumah kaca alias global warming.
Atau barangkali kita sering jadi korban banjir, seperti di ibu kota Jakarta yang sudah jadi “pelanggan banjir”. Semua itu kan behulu dari ulah manusia. Nah, manusia-manusia tersebut entah siapa yang didik? Kok seSERAKAH itu. Yang jelas, setiap kita manusia, sebelum jadi apa-apa, kita adalah ANGGOTA KELUARGA di mana kita lahir.
Dari renungan-renungan ini, saya menemukan “Lelaki Dewasa” tadi. Lelaki yang memilih PENDAMPINGNYA dengan rasa pertanggungjawaban kepada kehidupan umat manusia. Bertanggungjawab kepada-Nya yang meminjamkan bumi untuk kita huni. Jadi, mari menjadi lelaki dewasa.
Ini adalah kabar gembira bagi perempuan yang selama ini senantiasa istiqomah berjuang menempa diri, menambah kapasitas keperempuanan sebagai madrasah utama bagi anak-anak, dan semua persiapan yang tujuannya untuk menuju masa depan. Ingat, kita yang akan sama-sama mewarnai kehidupan dunia ini. Melalui kita, anak, cucu, cicit dan setelahnya.
Catatan: Bagi perempuan, maaf Catatan Jeda (CJ) ini sangat subjektif kelelakian. Di lain waktu kita gunakan ruang kontemplasi keperempuan. Oke? ^_^y