Pada akhirnya Musa melawan, dan tak ada gentar atas sihir material, karena tongkat kebenaran tergenggam erat.
Nil yang teduh, membelah empat negara di benua hitam Afrika, dari Uganda, Sudan, Ethiopia hingga Mesir, mengantar Musa As menyusur ke Istana Fir'aun dan kini menjadi saksi atas titisan darah Musa mengaliri jiwa anak-anak muda yang merindu perubahan. Tahrir Square terus bersimbah darah, sudut-sudut Alexandria hingga Kairo diterkam cekam. Namun Nil masih setia dan bisu dalam dekapan rindu yang bergejolak, seperti ekspresi ‘pemuda-pemuda Musa’ itu. Sejarah memang kerap terulang, Fir’aun versus Musa Modern kembali bertemu, dan kali ini ‘Musa’ yang memiliki pasukan, superior yang akan menenggelamkan Fir’aun di Laut Merah.
Hari-hari ini, sorot media menyatu ke negeri Pyramida itu. Bahwa disana, salah satucradle of civilization, tempat lahir peradaban, sedang ada diktator yang pongah. Seolah dia adalah Fir’aun abad 21 yang telah menghilangkan nyawa lebih dari 300 warganya dan telah mengalirkan darah segar lebih dari 1500 orang sebagai tumbal. Amuk massa terus bergolak, mungkin tak pernah usai hingga tongkat Musa membelah Istana sang diktator, Housni Mubarak.
Amuk itu adalah akumulasi dari kejengkelan yang membentang selama 30 tahun sejak 1981. Mesir yang menyimpan mineral dan menyuplai 40 persen energy negeri penjajah dan pembantai bocah Palestina, Zionis Israel, nyatanya tak mampu memenuhi kebutuhan pokok warganya. Mubarak telah mengangkangi kekayaan 300 triliun rupiah lebih, tapi di sekitarnya ada 10,7 juta rakyat miskin. Kini pemuda-pemuda titisan Musa menemukan momentum yang ditiupkan oleh seorang pedagang sayur dari Tunisia, Mohamed Bouazizi.
Adakah Fir’aun di Sini?
Perut yang lapar, kesejahteraan yang hanya janji manis, sandiwara politik berbalut pencitraan kerap mengkulminasi menjadi perlawanan. Belum lagi ekspektasi tentang banyaknya lembaga ad hoc Negara yang dibentuk katanya untuk supremasi hukum, untuk memberantas korupsi, nyatanya semua hanya semu dan kamuflase. Semakin lama borok negeri ini semakin terkuak, ternyata ada gunung es korupsi yang tertutup kekuasaan. Rombongan koruptor yang terdiri dari 19 orang, beberapa hari lalu digelandang oleh KPK mengindikasikan itu. Belum lagi 17 dari 33 Gubernur di Indonesia yang ternyata terlibat korupsi.
Para politisi yang mendompleng nama rakyat sibuk dengan kelompoknya. Berpetualang melakonkan sandiwara yang kadang membuat rakyatnya gemes, di kesempatan lain mengaduk-aduk amarah rakyat karena kasus per kasus diselesaikan melalui transaksi politik. Jika kini ada aksi saling sandera yang melibatkan KPK dan Gayus, penulis khawatir semua akan berakhir seperti Skandal Century, dipetieskan melalui Sekretariat Gabungan (SETGAB) dengan nama yang berbeda dan manipulatif.
Sementara Kementerian Keuangan membahas kenaikan gaji 8000 pejabat Negara yang diikuti oleh 15.000 anggota DPRD, uang Negara yan bocor akibat mafia pajak tak kunjung usai pengusutannya. Setali tiga uang dana bailout Bank Century pun menguap entah kemana.
Padahal Maret 2011 mendatang, rakyat pun dipaksa membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) mahal dan diarifisialisasi namakan dengan “BBM non subsidi”, ini adalah bahasa manupilatif dari yang berkuasa untuk mencekik rakyat. Mereka ingin mengatakan “biarkan aku mencekikmu lewat BBM”. Jika benar dugaan subjektif ini,Sungguh Terlalu Pak SBY.
Di sisi lain, harga beras terus bergerak naik setelah sebulan silam harga cabai meroket dan hingga kini tidak turun-turun. Lebih dari 70 juta penerima beras untuk orang miskin, hanya seperempatnya (13 persen dari total 230 juta jiwa penduduk Indonesia) yang dianggap miskin oleh pemerintah. 70 juta jiwa itu bukannya 32 persen? Data BPS yang tidak valid itu menjadi acuan Pak SBY, sementara jika melihat di lapangan, sepanjang jalan kita akan menjumpai pengamen, pengemis, gelandangan dan bentuknyata dari apa yang disebut kemisknan. Mudah sekali jika memang mau objektif melihat orang miskin. Katanya Indonesia ekonomi terkuat 16 di dunia dan pasar modal terbaik nomor 3 di dunia, apa perlunya peringkat-peringkat itu bagi orang yang makan nasi aking atau bahkan sehari tak bisa menyentuh makanan?
Pun saat ulama lintas agama “para pewaris nabi” –al ulamaa warasotul anbiya- menegur sebagai bentuk tadzkirah, malah Dipo Alam sang Sekretaris Kabinet menuding sebagai aksi politis tendensius menuju Pencapresan 2014. Tertutupkah telinga penguasa hingga peringatan dianggap manuver politik?
Terlalu banyak kepalsuan di negeri ini, mungkin sudah banyak “Fir’aun-Fir’aun modern” yang bertopeng atas nama rakyat. Teringat saat Fir’aun diperingatkan oleh Musa As “43 Pergilah kamu berdua kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas" (QS.Taaha: 43)
Hingga hari ini, telah lebih sepekan Mesir bergejolak, turunan Fir’aun dan Musa As bertarung, yang awalnya dipicu oleh disparitas social yang menganga lebar selain juga hak-hak politik yang dikooptasi. Jika Mubarak mengumpulkan energy kemarahan “Musa-Musa” modern itu selama 30 tahun, Pak SBY telah menjalaninya selama 6 tahun.
Melihat tipologi kepemimpinan bersahaja yang diperankan Khalifah Umar ibnu Khattab, sungguh pemimpin masa kini sangat jauh panggang dari api. Imam As Suyuti memotret sangat indah penggalan kisah Umar ibnu Khattab di dalam kitabnya yang berjudul Tarikh Khulafa (Sejarah Para Khalifah). “Tidak ada yang halal dari harta Allah bagi Umar kecuali dua pakaian, pakaian untuk musim dingin dan pakaian untuk musim panas. Dan saya tidak pernah memakai pakaian itu untuk menunaikan haji ataupun umrah. Sedangkan makanan saya dan keluarga saya adalah laksana makanan yang ada di kalangan Quraisy dari golongan yang tidak terlalu kaya, dan juga tidak terlalu miskin. Selebihnya saya adalah seorang lelaki dari kalangan kaum muslimin” demikian tulis As Suyuti mengutip ucapan Umar Ibnu Khattab.
Negeri ini merindukan sosok Umar bin Khattab yang melayani tulus penuh kesahajan, bukan Fir’aun yang congkak dan pongah menglabuhi dengan data-data seperti tali-tali kecil yang palsu milik tukang sihir Fir’aun. Karena jika Fir’aun berani menitiskan dirinya, bukan tidak mungkin cerita Mesir berulang. Dari Sabang sampai Merauke, ada banyak “Musa-Musa” modern yang siap melawan!!!
***
KETERANGAN:
*Penulis adalah Aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan
Founder Forum Cendikia Muda Indonesia (ForceMU-I)